Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Allah Penyelamat Dalam Agama Kristen

Allah Penyelamat Dalam Agama Kristen

Silakan Anda membaca Injil Yohanes 3:16. Siapakah Allah yang dipercayai umat Kristen menurut Injil Yohanes 3:16? Ide tentang keselamatan mempunyai tempat dalam setiap agama. 

Mulai dari agama primitif yang percaya roh-roh, maupun agama politeisme yang percaya banyak ilah/dewa/i, sampai ke agama monoteisme, ajaran mengenai keselamatan dan Allah sebagai penyelamat selalu hadir. 

Memang maknanya berbeda dari satu agama ke agama lain. Bahkan maknanya dalam satu agama pun cukup bervariasi dan luas. 

Keselamatan dalam agama tertentu bisa melulu, merupakan pengalaman masa kini dan di sini, bisa juga melulu pengalaman nanti, di masa yang akan datang sesudah kehidupan ini, tetapi bisa juga kedua-duanya. 

Ajaran atau ide tentang keselamatan mungkin merupakan salah satu faktor yang mendorong orang untuk beragama. Sebagai contoh, kita dapat menunjuk kepada berbagai upacara keagamaan dalam berbagai agama. 

Banyak upacara dalam agama-agama suku misalnya, dilakukan dalam rangka atau sebagai upaya untuk memeroleh keselamatan, apa pun maknanya. Misalnya sebelum seseorang bepergian jauh, maka upacara selamatan dilakukan agar memeroleh keselamatan di jalan atau di tempat pekerjaan. 

Orang-orang mengadakan serangkaian upacara menjelang musim menanam agar selamat, dalam arti terhindar dari kegagalan apakah karena iklim atau wabah hama. Dalam kasus-kasus di atas, keselamatan semata-mata mempunyai dimensi masa kini dan di sini. 

Sebaliknya, banyak juga upacara keagamaan yang dilakukan dalam rangka memeroleh keselamatan di akhirat yakni sesudah kematian, misalnya untuk masuk surga atau hidup yang kekal, apa pun arti yang diberikan kepada surga dan kehidupan kekal tersebut. 

Dengan demikian, ada hubungan erat antara keselamatan, agama, dan Allah. Hal ini tak berarti bahwa mereka yang tidak beragama atau tidak percaya kepada Tuhan tak mempunyai konsep keselamatan. 

Setidak-tidaknya bagi mereka, keselamatan merupakan situasi terlepas atau terhindar dari bermacam-macam bahaya, ancaman, penyakit, dan lain-lain. Memang patut diakui bahwa semakin maju dan berkembangnya ilmu dan teknologi, banyak persoalan manusia dapat diatasi. 

Namun, ketika manusia menyadari baik keterbatasan manusia maupun ilmu dan teknologi, manusia cenderung kembali kepada kepercayaan akan Tuhan atau yang dianggap Tuhan. 

Dalam ajaran Kristen, ajaran tentang keselamatan dan Allah sebagai penyelamat khususnya dalam Yesus Kristus mempunyai tempat yang sangat penting bahkan sentral. 

Sedemikian sentralnya sehingga dalam Pengakuan Iman Rasuli, fakta Kristus, mulai dari praeksistensi-Nya, kelahiran, pekerjaan, penderitaan, kematian, kenaikan ke surga, dan kedatangan-Nya kembali, mengambil tempat yang sangat banyak. 

Silakan Anda mengamati Pengakuan Iman Rasuli secara saksama. Sesungguhnya agama Kristen lahir karena kepercayaan akan Allah sebagai Penyelamat di dalam Yesus Kristus. Sebutan Kristen justru dikenakan kepada orang-orang yang menjadi pengikut Kristus. 

Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bukan berarti bahwa orang Kristen menyembah lebih dari satu Allah, karena Allah Pencipta adalah juga Allah yang menyelamatkan. Silakan Anda mengamati Alkitab yang memperlihatkan bahwa Allah yang menyelamatkan umat manusia. 

Daftarkanlah nama kitab yang memperlihatkan dengan jelas bahwa Allah yang menyelamatkan umat manusia. Perlu dicatat bahwa konsep tentang Allah sebagai Penyelamat bukan monopoli Perjanjian Baru, tetapi sudah ada dalam Perjanjian Lama. 

Umat Perjanjian Lama mempunyai syahadat (pengakuan percaya) bahwa Allah itu menyelamatkan. Silakan Anda membaca dan mengamati Kel. 14:13 dan Mzm. 3:8; 62:2-3. Ada berbagai istilah yang dipakai oleh PL yang menunjuk kepada konsep keselamatan. 

Allah Penyelamat Dalam Agama Kristen

Konsep ini dihubungkan dengan Tuhan sebagai yang melakukan tindakan penyelamatan terhadap umat-Nya. Ada berbagai tindakan penyelamatan Allah terhadap umat-Nya. Kitab Keluaran 15 merupakan pasal pertama yang mengungkapkan tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah umat Israel. 

Musa dalam lagunya untuk merayakan peristiwa pembebasan umat Allah dari perbudakan di Mesir, antara lain berkata: “Tuhan telah menjadi keselamatannya” (Kel. 15:2). 

Tindakan penyelamatan Allah dalam peristiwa keluar dari Mesir melalui Laut Teberau ini, telah memberi kesan yang sangat mendalam dalam sanubari dan ingatan bangsa Israel. Oleh karena itu, peringatan akan peristiwa tersebut dirayakan setiap tahun dalam perayaan Paskah (lih. Ul. 16:1). 

Pembebasan dari Mesir justru merupakan bukti paling utama dan kuat tentang kasih setia Tuhan, karena hal itu merupakan tanda yang sentral dari PL tentang anugerah penyelamatan bagi umat yang baru kelak. Silakan Anda mengamati proses keluarnya umat Israel dari Mesir dalam Kitab Keluaran 1-15. 

Itu pula sebabnya dalam pembukaan Dekalog (Sepuluh Perintah), peristiwa pembebasan dari Mesir juga disebutkan kembali dan menjadi dasar dari respons moral kepada Tuhan. 

Dengan kata lain, hukum-hukum Tuhan yang merupakan refleksi kehendak Tuhan tentang bagaimana umat Allah seharusnya menjalani hidupnya, didasarkan pada peristiwa penyelamatan Allah melalui pembebasan dari Mesir. 

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah makna dari konsep keselamatan dalam PL tatkala Allah sebagai Penyelamat? Harus diakui bahwa dalam PL, makna atau arti konsep keselamatan itu mengalami perkembangan. 

Kalau kita bertanya “dari apakah Allah menyelamatkan umat-Nya?” Maka jawaban yang umum, khususnya pada sejarah awal dari umat Allah dalam PL, adalah “keselamatan dari segala bentuk ketidakberuntungan, perbudakan, sakit penyakit, kekeringan dan kelaparan, musuh-musuh, dan seterusnya.”

Secara umum dalam PL, tekanannya jatuh kepada apa yang bisa kita sebut sebagai aspek negatif dari keselamatan, daripada aspek positifnya. Keselamatan dianggap sebagai kelepasan dari kuasa jahat dan bahaya dari pemilikan atas berkat-berkat khusus. 

Walaupun begitu, adalah salah juga kalau yang terakhir itu dianggap tak ada sama sekali khususnya dalam kitab-kitab Mazmur. Silakan Anda membaca dan mengamati Mzm. 28:9, 31:16, 5l:2! 

Pada bagian-bagian kemudian dari PL, jelas ada pergeseran dari ide keselamatan sebagai tindakan-tindakan kelepasan dalam wilayah atau bidang materiil, fisik semata-mata, menuju kepada aspek moral dan spiritual (lih. Yes.59:7, 62:10). 

Yang paling menonjol dari antara aspek spiritual dan moral ini adalah ketaatan kepada kehendak Allah. Mereka yang benar dan adil yang mempunyai pengharapan akan pertolongan keselamatan dari Allah. 

Sebaliknya, bilamana umat menyimpang dari jalan Tuhan dan menyerahkan diri kepada kuasa jahat, keselamatan hanya dimungkinkan dengan jalan perubahan hati, melalui pertobatan. Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan utama adalah kebebasan dari tirani (kuasa) dosa. 

Nabi-nabi besar memberitakan kesiapan Allah untuk menyelamatkan dari perspektif baru. Berkat-berkat eksternal masih juga diharapkan, namun tekanannya kini lebih kepada kebutuhan akan suatu perubahan hati, pengampunan, kebenaran, dan pembaharuan hubungan dengan Allah. 

Keselamatan masih mempunyai implikasi sosial, namun tekanannya lebih kepada perjanjian dengan individu daripada dengan bangsa. Itu berarti bahwa keselamatan terutama menjadi pengalaman dari setiap individu. 

Dengan demikian, kita dapat membaca pengakuan Yesaya, misalnya bahwa: “Allah adalah keselamatanku” (Yes. 12:2), sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang benar dan Juruselamat; tidak ada Allah lain selain Dia (Yes. 45:21, 43:11). 

Karena itu, dalam Kitab Yesaya, istilah Allah sama dengan Juruselamat. Dengan menggunakan kata pengharapan, keselamatan dari Allah dipikirkan sebagai sesuatu yang akan terjadi kelak. Bahwa “Allah akan mendatangkan keselamatan di Sion” (Yes. 46:13) menunjuk ke masa yang akan datang. 

Keselamatan yang demikian bukan lagi hanya untuk Israel sendiri, melainkan dengan datangnya “Hamba Allah,” maka keselamatan akan menjangkau sampai ujung bumi. Artinya, untuk semua bangsa (Yes. 49:6). 

Dengan demikian, maka seluruh bumi akan melihat keselamatan dari Allah kita (Yes. 52:10). Dengan demikian, janji Allah tentang keselamatan menjadi semakin besar dan mendalam. 

Sebagai simpulan, ketika kita memerhatikan PL, ide tentang keselamatan dalam sejarah awal umat Allah (lsrael) adalah bahwa Allah menyelamatkan orang yang baik dari berbagai kesukaran. 

Akan tetapi, dengan pemahaman yang berkembang tentang hubungan antara keselamatan dan dosa, dalam konteks kebutuhan akan pertobatan, topik ini memeroleh pengertian yang lebih rohani dan moral. 

Hal ini menuntun kita kepada doktrin tentang keselamatan yang khas dalam Perjanjian Baru, yakni bahwa Allah menyelamatkan orang jahat dari dosa- dosanya dan membenarkan mereka. Pembicaraan mengenai Allah sebagai penyelamat dalam agama Kristen tak dapat dilepaskan dari pribadi Yesus Kristus. 

Yesus bahkan di dalam Perjanjian Baru dikenal dengan sebutan Juruselamat. Karena itu, kita dapat mengatakan bahwa Allah di dalam Yesus Kristus adalah Allah Penyelamat. Keselamatan menjadi tujuan utama dari kedatangan dan pelayanan Yesus Kristus. 

Yesus maupun para penulis PB menggunakan istilah “menyelamatkan” sebagai suatu yang menyeluruh untuk menggambarkan misi-Nya. 

Ia disambut dalam arena sejarah dunia dengan pernyataan para malaikat bahwa “Ia akan dinamai Yesus, yang berarti yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (Mat. 1:21). 

Apabila dalam Perjanjian Lama Allah juga menyatakan diri sebagai Penyelamat, dalam Perjanjian Baru secara jelas Allah menyatakan diri sebagai Penyelamat di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. 

Karena itulah, Gereja mula-mula ketika merumuskan pengakuan imannya memberi tempat yang sangat sentral kepada fakta Yesus Kristus mulai dengan pengakuan bahwa Ia Anak Tunggal Allah dan Tuhan (prainkarnasi), kelahiran-Nya (inkarnasi), pekerjaan-Nya khususnya penderitaan, penyaliban, dan kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga dan kedatangan-Nya kembali untuk menjadi Hakim. 

Kenyataan ini menunjukkan bahwa seluruh fakta Kristus merupakan perwujudan dari karya penyelamatan Allah bagi manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dan karena itu terputus atau rusak hubungannya dengan Allah. 

Memang mustahil bagi kita untuk membahas seluruh aspek dari pribadi Yesus Kristus. Namun, dari fakta Kristus yang kita sebutkan di atas, jelas bahwa di dalam diri Yesus tergabung sifat keilahian dan kemanusiaan sekaligus. Hal ini jelas sangat unik dan sulit dipahami. 

Apabila pengakuan Iman Rasuli mulai dengan pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan Tuhan, ini menunjuk kepada keilahian-Nya yakni sebagai Allah dan sehakikat dengan Allah. 

Kemudian dilanjutkan dengan pengakuan bahwa Ia telah dikandung oleh Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, menunjukkan penjelmaan-Nya menjadi manusia. Memang ajaran tentang penjelmaan sudah merupakan persoalan sejak Gereja mula-mula. 

Dalam suatu pertemuan Gerejawi di Khalcedon pada tahun 451, para pemimpin gereja merumuskan masalah yang sulit ini sebagai berikut: “Tuhan kita Yesus Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, sehakikat dengan Bapa dalam segala sesuatu yang menyangkut keilahianNya, namun dalam kemanusiaan-Nya sama seperti kita, kecuali tanpa dosa. 

Jadi, Yesus dikenal dalam dua tabiat: ilahi dan manusiawi. Kedua tabiat itu berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini tidak dilenyapkan oleh penyatuan keduanya, tetapi ciri-ciri khusus masing-masing tabiat tetap dipelihara.” 

Rumusan di atas adalah suatu contoh dari usaha para pemimpin Gereja untuk memahami pribadi Yesus yang unik itu sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab Perjanjian Baru. Akan tetapi, rumusan itu tidak dengan sendirinya menghilangkan rahasia penjelmaan ini. 

Karena itu, kita dapat mengamini kekaguman Paulus, misalnya, dalam kata-kata berikut ini:“Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia .…” (1 Tim.3:16). 

Jadi, apabila kita berbicara tentang kodrat ilahi dan manusiawi Kristus, hal ini menunjuk kepada keadaan atau kenyataan-Nya. 

Kalau kita berkata bahwa Yesus memiliki kodrat ilahi, yang kita maksudkan ialah bahwa semua sifat atau ciri khas yang dapat digunakan untuk menggambarkan Allah juga berlaku bagi Dia. 

Dengan demikian, Ia adalah Allah dan bukan sekadar menyerupai Allah, melainkan Allah sejati. Apabila kita, mengatakan bahwa Yesus mempunyai kodrat manusiawi, yang kita maksudkan adalah bahwa Ia bukanlah Allah yang berpura-pura menjadi manusia, melainkan Ia adalah Allah yang sejati. 

Ia bukan hanya Allah atau hanya manusia, melainkan Ia adalah Allah “yang menjadi manusia dan diam diantara kita” (Yoh. 1:14). Ia tidak menukar keilahian-Nya dengan kemanusiaan. Ia malah mengambil keadaan manusia. Artinya Ia menambah tabiat manusia pada tabiat Ilahi-Nya. 

Jadi, dengan penjelmaan ini, Ia adalah Allah sejati dan manusia sejati. Walaupun Yesus memiliki semua sifat atau ciri yang dimiliki manusia termasuk ciri-ciri fisik atau jasmani, tetapi kita tak dapat mengatakan bahwa pada hakikat-Nya yang terdalam, Ia adalah manusia. 

Ia adalah pribadi Ilahi dengan kodrat manusia. Kepribadian Ilahi itulah hakikat-Nya yang terdalam, karena itu kita dapat menyembah Dia sebagai Allah yang patut disembah. Jadi, dalam diri Yesus sebagai penjelmaan Allah, Ia menyatakan keilahian yang sejati dan kemanusiaan sejati dalam satu pribadi. 

Dalam Dia terdapat keterpaduan sifatsifat, sehingga apa pun yang kita katakan tentang Dia sesuai dengan apa yang dapat dikatakan tentang Allah dan manusia. Pertanyaan yang segera muncul adalah “Mengapa Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus?” 

Di atas kita telah menyinggung bahwa tujuan kedatangan dan pelayanan Yesus adalah untuk menyelamatkan manusia berdosa. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah “Mengapa untuk menyelamatkan manusia berdosa, Allah harus menjelma menjadi manusia?” 

Terhadap pertanyaan seperti ini, harus diakui bahwa kita tak mungkin menjawabnya dengan tuntas dan memuaskan. Sebagaimana Allah tak mungkin kita pahami secara sempurna, begitu pula maksud-maksud-Nya tak terselami. 

Penjelasan berikut ini, mungkin dapat menolong kita untuk membuka sebagian dari selubung misteri Allah dan rencana-Nya. Untuk dapat menjadi penyelamat atau Juruselamat manusia berdosa dari hukuman dosanya, Ia harus dapat menanggung penderitaan dan hukuman itu. 

Untuk tugas seperti itu, Juruselamatnya haruslah juga manusia sejati. Dibutuhkan Juruselamat yang menjadi korban yang tak bercacat. Oleh karena semua manusia telah berdosa dan bercacat, Allah sendirilah yang tak bercacat itu menjelma menjadi manusia agar dapat berperan sebagai Juruselamat. 

Dosa selalu membawa hukuman, ini adalah keadilan Allah. Namun, mengapa Ia sendiri yang mau menanggung hukuman itu? Di sinilah hakikat Allah yang terdalam, yakni bahwa Allah adalah kasih. Ia tak sekadar memiliki kasih, tetapi merupakan kasih itu sendiri. 

Jadi, pada satu sisi, Allah menjadi manusia untuk menjadi Juruselamat karena keadilan-Nya, namun pada sisi yang lain karena kasih-Nya. “Karena demikianlah Allah mengasihi isi dunia sehingga diberikanNya anak-Nya yang tunggal itu….” (lih. Yoh. 3:16).

Di samping itu, penjelmaan Allah di dalam Yesus Kristus juga hendak menyatakan Allah dalam segala keunggulan dan keindahan-Nya yang tak ada bandingnya. Silakan Anda membaca dan mengamati Yoh.14:7-11. 

Itulah sebabnya kita percaya bahwa dalam Yesus Kristus penyataan Allah mencapai klimaks atau puncaknya. Tak ada wujud penyataan diri Allah yang paling jelas dan langsung melebihi penyataan-Nya dalam diri Yesus Kristus, Allah penyelamat itu. 

Penyataan diri yang paling jelas dari hakikat-Nya yang adalah kasih dan juga adil. Silakan Anda mengamati Yoh. 15:13. Di dalam penjelmaan, Tuhan Yesus menjadi teladan yang paling sempurna mengenai hidup yang dikehendaki Allah. 

Dengan demikian, sebagai makhluk pencari makna, kita dapat belajar dari hidup Kristus bagaimana kita menjalani hidup kita secara bermakna sesuai dengan kehendak Allah. Kehidupan Kristen, yakni kehidupan mengikut Kristus yang menjadi teladan yang sempurna. 

Sebelum kita mengakhiri pembahasan tentang Allah Sang Penyelamat, maka ada baiknya kita mengkaji kesaksian Perjanjian Baru tentang makna atau arti keselamatan yang dikerjakan Allah dalam Yesus Kristus. 

Konsep keselamatan dalam Perjanjian Baru adalah khas Kristen dan mendapat tempat yang sangat utama, kendatipun PB penuh dengan ajaran-ajaran moral dan kehidupan Kristen. 

Harus diakui bahwa berbagai kitab atau surat dalam PB menjelaskan keselamatan itu dengan istilah-istilah yang bervariasi, akan tetapi ada kesamaan makna atau pengertian. 

Keselamatan diungkapkan dengan istilah yang bermacam-macam, misalnya hidup kekal, masuk atau mewarisi Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga, dan sebagainya. Apakah makna atau arti keselamatan ini? Sayangnya Perjanjian Baru bukan merupakan uraian yang sistematis dari konsep keselamatan itu. 

Karena itu, uraian berikut ini hanyalah sekadar menangkap secara ringkas makna yang mendasar dari konsep itu, sebagaimana dimaksudkan baik oleh Yesus dalam Injil-injil maupun dalam surat-surat para rasul. 

Salah satu perkembangan makna keselamatan dibandingkan dengan ajaran Perjanjian Lama adalah bahwa baik Yesus maupun para rasul memberi arti yang lebih rohani dan universal kepada konsep keselamatan itu. 

Allah Penyelamat Dalam Agama Kristen

Artinya, meskipun keselamatan mengandung juga aspek fisik, tetapi lebih-lebih aspek rohani mendapat tekanan yang penting. Dengan demikian, keselamatan menaruh perhatian terhadap manusia seutuhnya. 

Keselamatan bukan hanya bagi satu bangsa saja tetapi bagi seluruh umat manusia melampaui batas bangsa. Berkali- kali kita katakan di atas bahwa Allah di dalam Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya atau tepatnya dari hukuman dosa. 

Apakah hukuman dosa yang paling nyata? Bagaimana manusia diselamatkan? Hukuman dosa adalah maut, kata Paulus (Rm. 6:23). Maut atau kematian di sini lebih bersifat rohani, yakni keterasingan dari Allah, putus atau rusaknya hubungan atau persekutuan manusia dengan Allah. 

Dalam pengertian seperti itu, kita dapat memahami pengalaman Yesus yang paling hebat dan mengerikan ketika dalam karya penyelamatan-Nya Ia mengalami ditinggalkan oleh Allah, Bapa-Nya. 

Di atas kayu salib Ia berseru “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Dengan demikian, keselamatan yang dikerjakan Allah pada dasarnya adalah restorasi (pembaharuan, perbaikan) hubungan dengan Allah, suatu pengalaman hubungan atau persekutuan yang benar dengan Allah.

Oleh karena itu, di dalam Yesus Kristus kita yang percaya boleh menyebut Allah itu Bapa, dalam arti kita memiliki hak untuk menjadi anak-anak Allah, suatu kualitas hubungan yang intim dengan Allah. 

Dalam hubungan itu, kita dapat memahami mengapa Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa dan menyapa Allah itu: Bapa kami. 

Hidup kekal bukan saja suatu keabadian, melainkan suatu kualitas hidup yang baru, yakni pengalaman hubungan yang benar dan intim dengan Allah melalui Yesus Kristus. 

Paulus kadang menyebutkan hidup yang demikian sebagai hidup dalam Kristus, hidup dalam damai sejahtera dengan Allah. 

Dalam kaitan dengan penjelasan di atas, dapatlah kita pahami bahwa keselamatan menurut PB khususnya dalam surat-surat para rasul merupakan pengalaman yang sudah kita alami pada masa kini, bukan hanya pada masa yang akan datang sesudah kematian. 

Merupakan pengalaman masa kini, karena memang keselamatan atau hidup kekal merupakan suatu kualitas hidup baru, yakni hidup dalam hubungan dan persekutuan yang benar dengan Allah. Akan tetapi, keselamatan juga mengandung aspek masa depan, yakni bahwa penyempurnaan-Nya masih akan terjadi di masa yang akan datang, ketika Yesus datang kembali untuk menggenapkan dan menyempurnakan segala sesuatu. 

Itulah sebabnya keselamatan mengandung aspek pengharapan juga, meskipun ia telah merupakan pengalaman masa kini. 

Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Ef.2:4-9. Pekerjaan Yesus menunjukkan lebih dari segi rohani saja, karena Yesus memberi makan orang lapar, menyembuhkan orang sakit, membebaskan orang yang dibelenggu oleh kuasa jahat, tetapi juga membebaskan mereka yang tertindas dan sebagainya. 

Hal ini berarti bahwa keselamatan dalam kekristenan adalah suatu yang komprehensif atau menyeluruh, sama halnya Injil atau kabar baik adalah kabar baik yang menyeluruh. Kita harus menolak pembatasan keselamatan hanya sebagai yang spiritual saja. 

Ini yang kita sebut despiritualisasi keselamatan. Bukan berarti bahwa keselamatan tidak mempunyai dimensi spiritual, melainkan menolak pembatasannya hanya pada dimensi yang spiritual (Baum 1975, 202).
Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Allah Penyelamat Dalam Agama Kristen"

close