Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Inflasi, Jenis-Jenis Inflasi dan Teorinya

Inflasi merupakan keadaan yang sangat berat dirasakan oleh masyarakat dalam suatu negara, karena keadaan inflasi menunjukkan harga-harga barang secara umum mengalami kenaikan, sehingga masyarakat yang memiliki pendapatan tetap dan pendapatan yang rendah akan merasakan dampak negatif/buruk. 

Hal ini sangat tidak diinginkan oleh suatu negara, apalagi kondisi perekonomian di Indonesia belum stabil, dibarengi dengan kondisi kelangkaan barang dan jasa serta keinginan manusia yang selalu meningkat. Untuk itu, pemerintah berusaha untuk meminimalisir kenaikan laju inflasi agar selalu dalam posisi yang rendah, sehingga masyarakat merasakan adanya kemakmuran dan dapat hidup dengan biaya yang ringan.

Inflasi adalah suatu keadaan di mana tingkat harga secara umum (price level) cenderung naik. Dikatakan tingkat harga umum karena barang dan jasa yang ada di pasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat banyak, di mana sebagian besar dari harga-harga tersebut selalu meningkat sehingga berakibat terjadinya inflasi. 

Sedangkan inflasi murni adalah inflasi yang terjadi sebelum ada campur tangan dari pemerintah, baik berupa kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Adapun yang dimaksud laju inflasi adalah kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode atau dari tahun ke tahun.

Pengertian Inflasi dan Jenis-Jenis Inflasi

Jenis-Jenis Inflasi 

Penggolongan inflasi dapat ditinjau dari beberapa segi, di antaranya sebagai berikut. 

a. Dilihat dari laju kecepatannya, inflasi dibagi menjadi: 

  1. inflasi lunak (wild inflation), inflasi yang kecepatannya kurang dari 5% per tahun, 
  2. inflasi cepat (galloping inflation), inflasi yang kecepatannya 5% atau lebih per tahun 
  3. inflasi meroket (sky rocketing inflation) atau hiperinflasi, yaitu inflasi yang kecepatannya lebih dari 10% per tahun. 

b. Dilihat dari parah tidaknya, inflasi dibagi menjadi: 

  1. inflasi ringan, yaitu inflasi di bawah 10% per tahun (belum mengganggu kegiatan perekonomian suatu negara dan masih dapat dengan mudah untuk dikendalikan), 
  2. inflasi sedang, yaitu inflasi antara 10%–30% per tahun (belum membahayakan, tetapi sudah menurunkan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan tetap), 
  3. inflasi berat, yaitu inflasi antara 30%–100% per tahun (sudah mengacaukan perekonomian karena orang cenderung enggan menabung dan lebih senang menyimpan barang), 
  4. inflasi sangat berat atau hiperinflasi, yaitu inflasi di atas 100% per tahun (mengacaukan kegiatan perekonomian suatu negara dan sulit untuk dikendalikan/diatasi). 

c. Dilihat dari sumbernya, inflasi dibagi menjadi: 

  1. inflasi dari dalam negeri (domestic inflation), artinya inflasi karena penciptaan uang baru dan adanya kebijakan anggaran defisit, 
  2. inflasi dari luar negeri (imported inflation), artinya inflasi terjadi karena suatu negara mengimpor barang/jasa dari negara lain yang sedang mengalami inflasi.

Teori Inflasi 

Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. Namun, masing-masing teori tersebut bukan teori inflasi lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga barang. Ketiga teori ini adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis.

a. Teori Kuantitas

Teori Kuantitas mengemukakan bahwa terjadinya inflasi sebenarnya hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu kenaikan jumlah uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut. 
  1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (baik penambahan uang kartal atau penambahan uang giral). Menurut teori kuantitas yang dikemukakan oleh Irfing Fisher, MV = PT. Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T, sehingga jika M (money in circulation) bertambah, maka akan terjadi inflasi (kenaikan harga). 
  2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang.Apabila masyarakat sudah beranggapan demikian, maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi dan mereka lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk barang. 
Kelemahan dari teori kuantitas di antaranya sebagai berikut. 
  1. Pada kenyataannya perubahan jumlah uang yang beredar (M) tidak secara langsung menaikkan “money spending” atau penggunaan uangnya. 
  2. Kecepatan laju peredaran uang (V) tidak bersifat stabil dalam masyarakat modern. Oleh karena dalam masyarakat modern uang merupakan alat pembayaran dan penimbun kekayaan, sehingga jika ada kelebihan uang akan digunakan untuk menambah kas, menambah tabungan bank, menambah pembelian surat berharga, dan menambah pembelian barang/jasa. 

b. Teori Keynes 

Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan pada teori makronya. Menurut Teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti ini ditandai dengan permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah barang- barang yang tersedia, sehingga menimbulkan inflationary gap. 

Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berkelanjutan. Keynes tidak sependapat dengan pandangan dari teori kuantitas yang menyatakan bahwa kenaikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, sementara perubahan jumlah uang yang beredar tidak akan menimbulkan peningkatan pendapatan nasional. 

Selanjutnya, Keynes berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar saja, tetapi juga ditentukan oleh kenaikan dalam ongkos produksi.

c. Teori Strukturalis 

Teori Strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan (infleksibilitas) struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini, ada dua ketegaran (kekakuan) utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran persediaan bahan makanan dan barang-barang ekspor. 

Oleh karena pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga dapat berakibat menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diobati hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspornya.
Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Pengertian Inflasi, Jenis-Jenis Inflasi dan Teorinya "

close