Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Asymmetric Information

Pengertian Asymmetric Information

Asymmetric information adalah situasi yang muncul di saat satu pihak tidak mempunyai pengetahuan tentang pihak lain yang terlibat dalam transaksi sehingga tidak mungkin untuk membuat keputusan yang tepat. 

Pihak yang biasanya mendapatkan keuntungan adalah yang memiliki informasi yang lebih banyak dan pihak yang dirugikan umumnya yang memiliki lebih sedikit informasi tentang hal tersebut (Mishkin, 2008). 

Penjual memiliki informasi yang lebih banyak tentang produk dibandingkan pembeli, dan sebaliknya. Contoh di mana penjual memiliki informasi lebih banyak, antara lain: penjual mobil bekas, agen real estate, dan agen asuransi jiwa. 

Kondisi asymmetric information pertama kali dijelaskan oleh Kenneth (1963) dalam satu artikel yang terkenal di bidang penanganan kesehatan yang berjudul “Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care”. 

Akerlof (1970) kemudian menggunakan istilah asymmetric information dalam karyanya, The Market for Lemons (Pasar Barang “Kacangan”), yang menyatakan bahwa dalam pasar seperti itu, nilai rata-rata dari komoditi cenderung untuk turun, bahkan untuk barang yang tergolong berkualitas bagus. 

Penjual merugikan pembeli dengan cara memberi kesan seolah olah barang yang dijualnya bagus, sehingga banyak pembeli yang menghindari hal tersebut dengan menolak untuk melakukan transaksi dalam pasar seperti ini atau menolak mengeluarkan uang besar dalam transaksi tersebut. 

Sebagai akibatnya, penjual yang benar-benar menjual barang bagus menjadi tidak laku karena hanya dinilai murah oleh pembeli, dan akhirnya pasar akan dipenuhi oleh barang berkualitas buruk (Wikipedia, 2015). 

Asymmetric information menciptakan ketidakseimbangan kekuatan dalam bertransaksi, yang dapat menyebabkan terjadinya transaksi bermasalah bahkan menimbulkan kegagalan pasar dalam kasus terburuk. Contoh dari masalah tersebut antara lain adverse selection, moral hazard.
Pengertian Asymmetric Information
Asymmetric information terdapat dalam asuransi dimana Penanggung tidak mengetahui jenis dan seberapa besar risiko yang akan diterima dari Tertanggung pada awal penutupan asuransi. 

Hal yang sama juga dialami dari sisi Tertanggung dimana Tertanggung tidak mengetahui secara pasti risiko yang dijamin dan risiko yang tidak dijamin dalam polis asuransi yang dimilikinya. Ketidakseimbangan informasi ini dapat menimbulkan masalah nantinya jika tidak terselesaikan dengan baik pada awal penutupan polis. 

Salah satu masalah yang timbul antara lain ketika terjadi peristiwa kerugian (ketika klaim terjadi) dimana bisa saja Tertanggung merasa polis yang dimilikinya menjamin seluruh risiko padahal klaim disebabkan oleh risiko yang tidak dijamin. 

Misalnya risiko cacat semula pada asuransi kendaraan bermotor (cacat yang sudah ada sebelum penutupan polis asuransi berlangsung dan tidak dapat dijamin oleh asuransi).

1. Adverse Selection dan Moral Hazard 

Adverse selection dapat diartikan kurangnya informasi yang dimiliki suatu pihak ketika bernegosiasi untuk menyepakati suatu kontrak. Masalah adverse selection terjadi ketika agen mempunyai informasi pribadi yang relevan sebelum kontrak disetujui. 

Dalam kasus ini, seseorang/ satu pihak (principal) dapat mengamati tingkah laku orang/ pihak lain (agen) tetapi keputusan optimal dari keputusan tersebut tergantung dari tipe agen, yaitu karakteristik tertentu dari proses produksi yang hanya dimiliki agen, kemudian principal mengetahui bahwa agen dapat menjadi salah satu dari beberapa tipe yang tidak dapat dibedakan (Anindita, 2015). 

Masalah moral hazard terjadi ketika terdapat asymmetric information pada saat kontrak sudah disetujui. Dalam moral hazard, partisipan mempunyai informasi yang sama ketika kontrak dilakukan dan asymmetric information muncul setelah kontrak disetujui tetapi principal tidak dapat mengamati atau memeriksa tindakan atau usaha dari agen, atau paling tidak principal tidak dapat mengontrol tindakan agen. 

Umumnya moral hazard terjadi apabila satu pihak yang tindakan-tindakannya tidak diamati memengaruhi probabilitas terjadinya kerugian atau besarnya pembayaran nilai ganti rugi. 

Contoh adverse selection dalam perasuransian adalah keadaan ketika calon Tertanggung yang berisiko tinggi dapat diterima oleh Penanggung (perusahaan asuransi) untuk membeli asuransi karena perusahaan asuransi tidak dapat secara efektif melakukan diskriminasi terhadap mereka, biasanya karena kurangnya informasi tentang risiko individu tertentu, kekuatan hukum, ketentuan undang-undang atau kendala lainnya. 

Contoh moral hazard adalah keadaan ketika orang lebih cenderung berperilaku sengaja melakukan kesalahan setelah memiliki asuransi, baik karena perusahaan asuransi tidak dapat mengamati perilaku ini atau tidak dapat secara efektif membuktikan hal tersebut. 

Hubungan Teori Asymmetric Information dengan Asuransi 

Asymmetric information pada jasa asuransi adalah keadaan dimana banyak dari masyarakat menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui oleh pihak penyedia jasa asuransi. 

Hal ini dapat menimbulkan adanya adverse selection, yakni individu yang berisiko rendah dapat dikenakan biaya yang tinggi karena diperlakukan sebagai individu yang berisiko tinggi dan sebaiknya individu yang berisiko tinggi bisa diperlakukan sebagai individu yang berisiko rendah. 

Adverse selection pada perusahaan asuransi terjadi ketika mereka yang memiliki kemungkinan besar melakukan klaim asuransi membeli asuransi, sementara mereka memiliki kemungkinan klaim kecil tidak membeli asuransi. 

Adverse selection menyebabkan perusahaan asuransi tidak dapat membedakan antara individu berisiko tinggi dan individu berisiko rendah berdasarkan informasi yang tersedia serta berakhir dengan memberikan pilihan yang buruk terhadap calon Tertanggung. 

Jika perusahaan asuransi dapat memperoleh informasi yang tepat terkait Tertanggung di awal penutupan asuransi, maka perusahaan asuransi dapat mengenakan tarif yang sesuai karakteristik risiko Tertanggung untuk mengimbangi adverse selection. 

Asymmetric information juga bisa menyebabkan perubahan perilaku setelah suatu kontrak asuransi ditandatangani (moral hazard). Sebelum kontrak ditandatangani, kedua belah pihak saling mengetahui tentang karakter dari Tertanggungnya. 

Tetapi setelah penandatanganan kontrak, pengawasan kurang sempurna sehingga tidak semua perilaku Tertanggung dapat diamati oleh Penanggung. Perilaku yang dulunya baik dapat berubah (dengan sengaja) menjadi “ceroboh” demi mendapatkan keuntungan. 

Perubahan perilaku (dengan sengaja menjadi ceroboh) setelah kontrak tersebut dikenal sebagai moral hazard. Moral hazard merupakan tindakan yang diambil secara sengaja, misalnya mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi setelah memiliki asuransi kendaraan bermotor. 

2. Signaling dan Screening 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akerlof pada tahun 1970, pada pasar penjualan mobil “The Market for Lemons” diperoleh solusi untuk mengurangi masalah adverse selection antara lain dengan metode signaling dan screening. 

a. Signaling 

Michael Spence mengusulkan gagasan signaling, yaitu bahwa dalam situasi asymmetric information, terdapat kemungkinan bagi setiap orang untuk memberikan signal yang menunjukan tipe mereka, sehingga dipercaya dapat memberikan informasi kepada pihak lain dan menyelesaikan asimetri yang ada. 

Signaling terjadi ketika salah satu pihak memberitahu tentang informasi pribadi melalui tingkah laku pihak tersebut sebelum persetujuan diresmikan. 

Setelah satu orang/ pihak (principal) mempelajari tipe orang/ pihak lain (agen) sebelum kontrak ditandatangani, agen mengirim sinyal/ tanda yang diamati oleh principal. Dengan kata lain, agen mengirim beberapa macam informasi yang mempengaruhi kepercayaan principal tentang identitas agen. 

Ide signaling pada awalnya dipelajari dalam konteks mencari pekerjaan. Seorang atasan tertarik dalam mempekerjakan karyawan baru yang “terampil dalam belajar”. 

Tentu saja semua calon karyawan akan mengaku “terampil belajar”, tetapi hanya mereka sendiri yang tahu jika mereka benar-benar terampil atau tidak. Ini adalah contoh asymmetric information. 

Sebagai contoh, Spence mengusulkan bahwa kuliah dapat berfungsi sebagai sinyal yang terpercaya dalam menunjukan kemampuan untuk belajar. 

Dengan asumsi bahwa orang-orang yang terampil dalam pembelajaran dapat menyelesaikan kuliah lebih mudah daripada orang yang tidak terampil, maka dengan menyelesaikan perguruan tinggi orang-orang memberikan sinyal keahlian mereka dalam belajar kepada calon atasan, tidak peduli seberapa banyak atau sedikit mereka mungkin telah belajar di perguruan tinggi atau apa yang mereka pelajari dalam menyelesaikan perkuliahan mereka. 

Contoh signaling dalam perasuransian adalah informasi yang terdapat pada Surat Permintaan Penutupan Asuransi (SPPA), antara lain: letak objek pertanggungan, penggunaan objek pertanggungan/ lokasi (okupasi), dan tipe konstruksi bangunan (construction class) yang berfungsi sebagai sinyal terpercaya dalam menunjukan tingkatan risiko kebakaran pada suatu properti. 

Signal ini dapat memberikan gambaran kepada Penanggung (perusahaan asuransi) atas risiko yang dimiliki oleh Tertanggung pada properti yang akan diasuransikan. 

b. Screening 

Stiglitz (1976) merintis teori screening, di mana dengan cara ini pihak yang kekurangan informasi dapat mempengaruhi pihak lain untuk mengungkapkan informasi mereka. Pihak yang kekurangan informasi dapat menyediakan menu pilihan sedemikian rupa, di mana pilihan yang disediakan tergantung pada informasi pribadi yang dimiliki oleh pihak lainnya. 

Contoh situasi di mana penjual biasanya memiliki informasi yang lebih baik daripada pembeli antara lain tenaga penjualan mobil bekas, pialang hipotek, pialang saham dan agen real estate. 

Contoh situasi di mana pembeli biasanya memiliki informasi yang lebih baik daripada penjual meliputi penjual asuransi jiwa atau penjual karya seni lama tanpa adanya penilaian dari profesional sebelumnya. Situasi ini pertama kali dijelaskan oleh Kenneth (1963). 

Akerlof (1970) menjelaskan bahwa dalam pasar seperti itu, nilai rata-rata dari komoditas cenderung turun, bahkan bagi mereka yang berkualitas sangat baik. Karena asymmetric information, penjual yang tidak bermoral dapat menipu pembeli. 

Akibatnya, banyak orang tidak bersedia mengambil risiko dan menghindari jenis pembelian tertentu, atau tidak akan menghabiskan banyak untuk item tertentu. Hal ini dapat membuat pasar yang ada menjadi punah. 

Screening pada perusahaan asuransi diterapkan antara lain: 
  • Proses pengisian Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA) oleh calon Tertanggung; 
  • Proses survei dalam penutupan asuransi; 
  • Penerapan prinsip Utmost Good Faith yang mengharuskan Tertanggung untuk mengungkapkan fakta-fakta “material fact” untuk menjadi dasar perusahaan asuransi melakukan penilaian atas risiko tertentu; serta.
  • Kewajiban Penanggung untuk menginformasikan kepada Tertanggung mengenai risiko-risiko yang dapat dijamin dan tidak dijamin oleh polis yang dimiliki Tertanggung. 
Dengan adanya screening dan signaling pada asuransi, diharapkan pihak Tertanggung dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh Penanggung atau sebaliknya, sehingga keseimbangan informasi, baik pada tahap penutupan maupun pada saat terjadi klaim dapat tercapai.  
Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Pengertian Asymmetric Information"

close