Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena Kondisi kepariwisataan nasional

Fenomena Kondisi kepariwisataan nasional

Kondisi yang nyata pembangunan ekonomi di Indonesia lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di kawasan barat Indonesia, dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. 

Hal ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan. 

Sementara dilihat dari kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih mengutamakan sumber daya alami sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber daya alam di kawasan timur Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan barat. 

Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di kawasan timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. 

Namun demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia dapat dikembangkan menjadi kawasan unggulan, karena adanya beberapa masalah mendasar, seperti kelemahan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sebagainya. 

Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketidak seimbangan pembangunan di sektor pariwisata adalah: 

  • Pembangunan pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata masih rendah. 
  • Indonesia hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali. 
  • Lemahnya perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia dan kurangnya pemanfaatan potensi pariwisata di kawasan tersebut secara optimal. 
  • Rendahnya fasilitas penunjang pariwisata yang terbangun. 
  • Terbatasnya sarana transportasi, termasuk hubungan jalur transportasi yang terbatas. 

Dengan demikian maka pengembangan pariwisata melalui otonomi daerah sangat perlu menekankan peran aktif stakeholder pariwisata daerah, masyarakat dan pihak swasta (investor) ikut mendukung dan menentukan kelanjutan pengembangan pariwisata daerah yang ada, butuh komitmen bersama, kreativitas, inovatif, semangat dan kerjasama untuk membangun asset pariwisata secara konsisten. 

Dengan semakin komplexnya pengembangan kepariwisataan di Indonesia perlu melibatkan “semua” pihak pemangku kepentingan (stakeholder), mulai dari kalangan pemerintah vertikal maupun horizontal (pusat maupun daerah secara lintas sektoral) para pelaku usaha pariwisata sampai pada kalangan masyarakat umum, yang secara logika memerlukan koordinasi yang serasi, solid dan konsisten. 

Satu hal yang pasti sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan destinasi Pariwisata berkelanjutan adalah “kesepahaman” di antara para pemangku kepentingan tentang berbagai hal, antara lain: 

  • Perlunya pemahaman secara menyeluruh (comprehensive) setiap pihak pemangku kepentingan mengenai seluk beluk kepariwisataan, termasuk dampaknya baik positif maupun negative secara timbal balik antara kepariwisataan dengan bidang / sektor lainnya; 
  • Perlunya perencanaan pengembangan kepariwisataan, secara lokal, regional dan nasional sebagaimana diamanatkan juga oleh Undangundang No. 10/Th. 2009 Tentang Kepariwisataan; 
  • Keterkaitan perencanaan pengembangan kepariwisatan pada pembangunan ekonomi, kehidupan sosial-budaya, stabilitas sosialpolitik dan keamanan, kelestarian lingkungan, keserasian tataruang dan tataguna lahan (land-use) … dsb, baik setempat, regional, maupun nasional; 
  • Kerja keras dan terpadu dari segala aspek kehidupan komunitas masyarakat local dan stakeholder pariwisatanya dalam menciptakan kepuasan pelanggan. 
  • Dengan demikian pembangunan infrastruktur destinasi wisata yang ada kedepan akan dapat membuka banyak peluang bagi pemenuhan kebutuhan dan perolehan manfaat dari aktivitas pariwisata, namun disisi lain perlu diantisipasi juga, karena akan melahirkan tantangan dan masalah yang tidak sederhana. Beberapa Hambatan-hambatan dalam pengembangan pariwisata: 
  • Kebijakan-kebijakan Pembangunan, Pendidikan/latihan, Perencanaan, Koordinasi belum ada, sering tidak selaras atau tidak sesuai dengan konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), penataan dan pengelolaan obyek wisata yang berubah ubah setiap pergantian pejabat. 
  • Penanaman modal yang sering sulit teralokasi adanya: kepentingan politik tertentu, kurang kesadaran masyarakat local, hambatan dari oknum tertentu. 
  • Sumber daya manusia Pengadaan – butuh kewenangan Kualifikasi - standarisasi perlu penanganan Kuantifikasi - Pembatasan / Keseragaman 
  • Dana: dalam negeri – keterbatasan perlu subsidi Luar negeri - persaingan perlu sinkronisasi 
  • Persaingan: Intern (antar industri/antar daerah) Ekstern (negara tetangga/internasional) butuh kebijakan 
  • Peluang: cukup besar / ada tersedia 
  • Kondisi dalam negeri: penataan, sinkronisasi, kebijakan nasional – pendekatan sistim (tidak partial)
  • Kondisi Asia Pasific: arus wisman, kondisi obyek – (harus bertarung) 
  • Dukungan masyarakat: kesiapan iman, industri, tenaga- (diarahkan) 
  • Potensi pendukung: Hotel, restaurant, travel biro, transportasi, obyek wisata, SDM pariwisata, toko souvenir, guide- (perlu penataan yang mantap). 
  • Organisasi Pendukung: PHRI, ASITA, HPI, Bank, Money changer, kebijakan imigrasi, keamanan wisata, Sarana Prasarana DTW (diintegrasikan) sesuai program pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Berdasarkan evaluasi dari hambatan dan permasalahan tersebut diatas, maka perlu aplikasi secara konkrit dengan koordinasi yang terstruktur: para stakeholder dalam pariwisata khususnya pejabat-pejabat pemerintah sebagai penentu kebijakan, masyarakat sebagai pelaku, dan dukungan peran swasta, karena kegiatan pariwisata itu bersifat multi sektoral / lintas sektoral. 

Peluang Obyek wisata (OTW) untuk dapat dijual (dibangun) apabila memenuhi tiga persyaratan yaitu: Mudah dicapai, aman dan nyaman (comfortness) Industri pariwisata juga sering disebut “Smokeless industry”, suatu industri yang tidak punya asap, karena industri pariwisata produknya adalah jasa (service industry) atau rangkaian dari pelayanan jasa (invisible export). 

Pelayanan pariwisata adalah termasuk “hospitality industry “ Departemen-departemen yang berhubungan dengan pelayanan Pariwisata: 

  • Informasi melibatkan: DEPLU, DEPPEN, TIC 
  • CIQ = costum, imigrasi, dan guarantie melibatkan: DEPTAN, DEPKES, DEPDAGRI. 
  • Transportasi melibatkan: DEPHUB dan SWASTA 
  • Airport, taxi, akomodasi melibatkan: DEPPAR, DEPHUB, DEPDAGRI. 
  • Restaurant melibatkan: DEPKES, DEPPAR. 
  • Obyek melibatkan: PDK, DEPDAGRI, DEPPAR.
  • Keamanan (security) melibatkan: HANKAM dsb.

Dengan demikian Pariwisata secara teknis adalah segala bentuk kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh stakeholder pariwisata: pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengatur, menata, menyediakan, mengelola, dan melayani kebutuhan bagi para wisatawan, yang terintegrasi dan berkesinambungan. Tugas khusus pemeritah daerah bidang pariwisata antara lain: Membuat peraturan yang aplikatif 

  • Membuat iklim yang sejuk bagi investor, 
  • Membuat sarana dan prasarana yang memadahi. 

Pelaksanaannya melalui program perancangan, analisis, diskusi, inventorisasi, aplikasi dan evaluasinya dilakukan bersama pihak swasta dan masyarakat pelaku pariwisata melalui program ”Forum Group Discussion” (FGD). 

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Fenomena Kondisi kepariwisataan nasional"

close