Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Hukum Hindu

Perkembangan Hukum Hindu

Hukum Hindu adalah sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara ( tata negara). 

Hukum Hindu juga berarti perundang – undangan yang merupakan bagian terpenting dari kehidupan beragama dan bermasyarakat, ada kode etik yang harus dihayati dan diamalkan sehingga menjadi kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. 

Dengan demikian pemerintah dapat mempergunakan hukum ini sebagai kewenangan untuk mengatur tata pemerintahan dan pengadilan, dan dapat juga mempergunakannya sebagai hukuman bagi masyarakat yang melanggarnya. 

Kehadiran Hukum Hindu dimulai dari adanya sebuah perdebatan diantara para tokoh agama pada saat itu. Berbagai tulisan yang menyangkut Hukum Hindu menjadi dan merupakan perhatian khusus bagi para Maharshi terhadap pembinaan umat manusia. 

Adapun namanama para maharsi sebagai penulis Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu. 

Dengan adanya upaya penulisan atas Hukum Hindu tampak jelas kepada kita bahwa referensi Hukum Hindu telah lama dimulai juga dengan berbagai perdebatan dan kritik masing-masing sehingga melahirkan beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya: 

  1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya. 
  2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara. 
  3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana. 

Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang dengan pesat khususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara (Puja, Gde. 1984:82). 

Pelembagaan aliran (Yajnyawalkya dan Wijnaneswara) yang di atas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena adanya ulasan-ulasan yang diketengahkan oleh penulis-penulis Dharmasastra sesudah maha Rshi Manu yaitu Medhati (900 SM), Kullukabhata (120 SM), setidak-tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan zaman saat itu dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia.

Pengaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia nampak jelas pada Zaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran-ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu dimasa penyebaran agama Hindu ke seluruh pelosok negeri. 

Bersamaan dengan penyebaran Hindu ke seluruh pelosok negeri ini diturunkanlah dalam bentuk terjemahan-terjemahan kedalam bahasa Jawa Kuno yang isinya juga memuat undang-undang yang mengatur praja wilayah Nusantara. 

Adapun aliran yang memengaruhi Hukum Hindu di Indonesia yang paling dominan adalah Mithaksara dan Dayabhaga. 

Hukum-hukum Tata Negara dan Tata Praja serta Hukum Pidana yang berlaku adalah sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawadharmasastra, hal ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan-kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di Indonesia dan khusunya dapat dilihat pada hukum adat di Bali. 

Istilah-istilah wilayah hukum dalam rangka tata laksana administrasi hukum dapat dilihat pada desa praja. 

Desa praja adalah administrasi terkecil dan bersifat otonom dan inilah yang diterapkan pada zaman Majapahit terbukti dengan adanya sesanti, sesana dengan prasastiprasasti yang dapat ditemukan di berbagai daerah di seluruh Nusantara.

Lebih luas lagi wilayah yang mengaturnya dinamakan grama, dan daerah khusus ibu kota sebagai daerah istimewa tempat administrasi tata pemerintahan dikenal dengan nama pura, penggabungan atas pengaturan semua wilayah ini dinamakan dengan istilah negara atau rastra. 

Maka dari itu hampir seluruh tatanan kenegaraan yang dipergunakan sekarang ini bersumber pada Hukum Hindu. Manusia dalam pergaulan dan menjalankan kehidupan ini mereka diatur oleh undang-undang yang dibuat oleh lembaga pembuat undang-undang.

Lembaga pembuat undang-undang dibuat oleh manusia, oleh karena itu undang-undang adalah buatan manusia. Di samping itu ada pula undang-undang yang bersifat murni, yaitu undangundang yang dibuat oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang juga disebut Wahyu Tuhan. 

Wahyu inilah yang dihimpun dan dikodifikasi menjadi ”Kitab Suci”. Jadi Kitab Suci adalah semacam undangundang yang pembuatnya adalah Tuhan Yang Maha Esa dan bukan dibuat oleh manusia (apauruseya). 

Keharmonisan hidup ini sangat tergantung pada keberadaan hukum yang berlaku di lingkungan sekitar kita. Baik tidaknya pelaksanaan hukum tersebut juga sangat tergantung pada siapa yang menjadi pengambil keputusan dari pelaksananya. Hukum alam disebut dengan istilah Rta, dikuasai oleh ”Rtavan” Tuhan Yang Maha Kuasa/Ida Sang Hyang Paramakawi sebagai penciptanya. 

Demikian juga bentuk hukum yang lainnya, sangat tergantung dengan siapa pembuatnya, mengapa, dan dimana dibuatnya. 

Apakah hukum itu? Hukum ialah peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok agar tercipta suasana yang serasi, tertib dan aman. 

Hukum ini ada yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum inilah yang merupakan undang-undang. Di dalam sebuah Negara, undang-undang dari semua undang-undang disebut Undang-Undang Dasar. 

Undang-Undang Dasar itu mengatur pokok-pokok yang menjadi sendi kehidupan bernegara dan dari Undang-Undang Dasar itu dibuat undang-undang pokoknya. Seperti halnya dengan Undang-Undang Dasar, dalam kehidupan beragama, semua peraturan dan ketentuan-ketentuan selanjutnya dirumuskan lebih terinci dengan menafsirkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam kitab suci itu. 

Tingkah laku manusia yang baik, yang menjadi tujuan di dalam pengaturan kehidupan ini disebut Darmika. Dharma adalah perbuatan-perbuatan yang mengandung hakekat kebenaran yang menyangga masyarakat (dharma dharayate prajah). 

Untuk memperoleh kepastian tentang kebenaran ini setiap tingkah laku harus mencerminkan kebenaran hukum (dharma), artinya tidak bertentangan dengan undang-undang yang menguasainya. 

Hukum adalah peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah maupun berlakunya itu secara alamiah, yang kalau perlu dipaksakan agar peraturan tersebut dipatuhi sebagaimana yang ditetapkan. 

Hukum sebagai peraturan hidup berfungsi membatasi kepentingan dari setiap pendukung hukum (subyek hukum), menjamin kepentingan dan hak mereka masing-masing, serta menciptakan pertalian-pertalian guna mempererat hubungan antara mereka dan menentukan arah bagi terciptanya kerjasama. 

Tujuan yang hendak dicapai dari adanya hukum itu adalah suatu keadaan yang damai, adil, sejahtera, dan bahagia. Untuk tercapainya hal tersebut maka didalam hukum itu harus mengandung sanksi yang bersifat tegas dan nyata. 

Hukum berfungsi sebagai pengendalian sosial agar tercapai ketertiban. Ketertiban adalah merupakan syarat pokok dalam masyarakat. Agar ketertiban ini bisa tercapai maka perlu adanya kepastian hukum di dalam masyarakat, sehingga mampu menciptakan masyarakat yang tenang, tenteram, damai, adil, sejahtera dan bahagia. 

Dalam ilmu hukum dibedakan antara Statuta Law dengan Common Law atau Natural Law. Statuta Law adalah hukum yang dibentuk dengan sengaja oleh penguasa, sedangkan Common Law atau Natural Law adalah hukum alam yang ada secara alamiah. 

Unsur-unsur yang terpenting dalam peraturan-peraturan hukum memuat dua hal, yaitu: 

  1. Unsur-unsur yang bersifat mengatur atau normatif. 
  2. Unsur-unsur yang bersifat memaksa atau represif. 

Dalam hal ini umat Hindu yang juga merupakan Warga Negara Indonesia, mereka harus tunduk pada dua kekuasaan hukum, yaitu: 

  1. Hukum yang bersumber pada perundang-undangan Negara seperti: UUD, UUP, Undang-Undang dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. 
  2. Hukum yang bersumber pada kitab suci, sesuai dan menurut agamanya. 

Kebutuhan dengan pengetahuan tentang Hukum Hindu dirasakan sangat penting oleh umat Hindu untuk dipelajari dan dipahami dalam rangka melaksanakan dharma agama dan sebagai wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber segala yang ada. 

Disamping itu, mengingat umat Hindu juga sebagai warga Negara yang terikat oleh hukum nasional. Mengapa hukum Hindu penting untuk dipelajari: 

  1. Hukum Hindu merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku bagi masyarakat Hindu di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2, serta pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945. 
  2. Untuk memahami bahwa berlakunya hukum Hindu di Indonesia dibatasi oleh falsafah Negara Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam UndangUndang Dasar 1945. 
  3. Untuk dapat mengetahui persamaan dan perbedaan antara hukum adat (Bali) dengan hukum agama Hindu atau hukum Hindu. 
  4. Untuk dapat membedakan antara adat murni dengan adat yang bersumber pada ajaran-ajaran agama Hindu. 

Muncul dan tumbuhnya aliran-aliran hukum Hindu ini adalah merupakan fenomena sejarah perkembangan hukum Hindu yang semakin meluas dan berkembang. Bersamaan dengan itu pula maka muncullah kritikuskritikus Hindu yang membahas tentang berbagai aspek hukum Hindu, serta bertanggung jawab atas lahirnya aliran-aliran hukum tersebut. 

Sebagai akibatnya maka timbullah berbagai masalah hukum yang relatif menimbulkan realitas kaedah-kaedah hukum Hindu diantara berbagai daerah Hindu. Dua dari aliran hukum yang muncul itu akhirnya sangat berpengaruh bagi perkembangkan hukum Hindu di Indonesia, terutama aliran Mitaksara, dengan berbagai pengadaptasiannya. 

Di Indonesia kita mewarisi berbagai macam rontal dengan berbagai sebutan, seperti: Usana, Gajahmada, Sarasamuscaya, Kutara Manawa, Agama, Adigama, Purwadigama, Krtapati, Krtasima. Diantara berbagai macam rontal-rontal itu yang memuat tentang sasana adalah: Rajasasana, Siwasasana, Putrasasana, Rsisasana dan yang lainnya. 

Semuanya itu adalah merupakan gubahan yang sebagian bersifat penyalinan dan sebagian lagi bersifat pengembangan. Perlu dan penting kita ketahui sumber hukum dalam arti sejarah adalah adanya Rajasasana yang dituangkan dalam berbagai prasasti dan paswara-paswara yang dipergunakan sebagai yurisprudensi hukum Hindu yang dilembagakan oleh para raja-raja Hindu. 

Hal semacam inilah yang nampak pada kita yang secara garis besarnya dapat dikemukakan sebagai hal mengenai sumbersumber hukum Hindu berdasarkan atas sejarahnya. Demikianlah uraian singkat dari sejarah adanya perkembangan hukum Hindu yang patut kita pedomani bersama untuk mewujudkan ketertiban umat sedunia.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Perkembangan Hukum Hindu"

close