Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknik Penulisan Laporan Hasil Penelitian

Sebuah karangan atau tulisan, baru dapat dikatakan ilmiah apabila ditulis menggunakan teknik serta kaidah-kaidah penulisan secara ilmiah. 

Beberapa persyaratan sebuah tulisan (karangan) dikatakan ilmiah antara lain adalah menyangkut gaya penulisan (termasuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, atau menggunakan bahasa baku), serta ditulis dengan teknik penulisan yang benar pula (ilmiah). 

Teknik Penulisan Laporan Hasil Penelitian

Dengan demikian penulisan sebuah karangan atau tulisan ilmiah, apakah itu berbentuk laporan hasil penelitian (termasuk skripsi, tesis, maupun disertasi), makalah/paper, karya tulis ilmiah, dan lain-lain, setidak-tidaknya harus memperhatikan dua aspek pokok, yakni menyangkut gaya penulisan (bahasa) guna membuat pernyataan ilmiah, serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang dipergunakan dalam penulisan. 

Selain kedua aspek pokok tersebut, secara teknis seorang penulis juga harus tahu bagaimana cara pengetikan yang benar (sesuai standar), atau yang sesuai dengan sistem pengetikan yang telah disepakati secara umum berdasarkan standar keilmiahan, baik secara manual (menggunakan mesin ketik standar IBM) maupun menggunakan komputer. 

Selanjutnya, untuk mengetahui lebih lanjut tentang beberapa aspek yang menjadi prasyarat pokok bagi seorang penulis (peneliti) dalam menginformasikan (mengkomunikasikan) hasil tulisan atau laporan penelitiannya kepada khalayak (pembaca), berikut ini akan dijelaskan secara sederhana berikut contoh-contohnya.

1. Gaya Penulisan (Bahasa) 

Dalam menuliskan hasil laporannya, seorang peneliti harus berusaha agar prosedur, teori, hasil-hasil, dan kesimpulan-kesimpulan penelitian mereka dapat tersaji dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh orang lain. 

Dalam hal ini diperlukan suatu penyajian yang jelas dan ringkas, dan untuk itulah maka syarat yang pertama seorang penulis harus memperhatikan gaya tulisan atau bahasanya dalam menginformasikan hasil tulisan atau penelitiannya itu. 

Bahasa sebagai sarana komunikasi yang paling utama, harus dipergunakan secara efektif. Sebagai syarat agar bahasa mampu mengkomunikasikan suatu hasil tulisan atau temuan secara lebih tepat dan mudah dipahami, maka komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan tepat sehingga memungkinkan proses penyampaian pesan lebih bersifat reproduktif dan impersonal. 

Atau dengan kata lain, bahasa yang dipergunakan harus jelas di mana pesan mengenai obyek yang ingin dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul mengerti akan isi pesan yang disampaikan kepadanya. 

Selain jelas, penulis ilmiah juga harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebuah kalimat yang tidak bisa diidentifikasikan mana yang merupakan subyek dan mana yang merupakan predikat, serta hubungan apa yang terkait antara subyek dan predikat misalnya, maka kemungkinan besar akan menjadi informasi yang tidak jelas pula. 

Jadi, tata bahasa merupakan ekspresi dari logika berpikir, dan tata bahasa yang tidak cermat merupakan pencerminan dari logika berpikir yang tidak cermat pula. Oleh sebab itu maka langkah pertama dalam menulis karangan ilmiah yang baik adalah mempergunakan tata bahasa yang benar. 

Demikian juga penggunaan kata harus dilakukan secara tepat, artinya kita harus memilih kata-kata yang sesuai dengan pesan apa yang ingin disampaikan. 

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bahwa si penerima pesan mendapatkan copy yang benar-benar sama dengan prototipe yang disampaikan si pemberi pesan, seperti fotokopi atau sebuah afdruk foto. 

Jadi dalam komunikasi ilmiah tidak boleh muncul atau adanya penafsiran lain selain isi yang terkandung di dalam pesan tersebut, sedangkan dalam komunikasi estetik (non ilmiah) seringkali terdapat atau muncul penafsiran yang berbeda terhadap obyek komunikasi yang sama, yang disebabkan oleh penjiwaan yang berbeda terhadap obyek estetik yang diungkapkan.

Dalam hal ini komunikasi ilmiah memang tidak ditujukan kepada penjiwaan melainkan kepada penalaran dan oleh sebab itu harus dihindarkan setiap bentuk pernyataan yang tidak jelas dan bermakna jamak. 

Proposisi ilmiah, umpamanya harus merupakan pernyataan yang mengandung penilaian apakah materi yang dikandung pernyataan itu benar atau salah, namun tidak bisa kedua-duanya. Demikian juga harus dihindarkan bentuk komunikasi yang memiliki konotasi emosional. 

Sebuah pidato politik yang berapi-api bisa jadi sangat bermanfaat untuk membakar semangat, tetapi pidato ilmiah seperti itu adalah jelas salah alamat. Namun demikian jangan ditafsirkan bahwa komunikasi ilmiah harus steril sama sekali dari jamahan estetik. 

Jadi, penulis-penulis ilmiah yang baik tetap memperhatikan faktor estetika, meskipun hanya sebagai pelengkap, seperti kita misalnya meletakkan sebuah pot bunga di samping arsitektur yang perkasa, jadi meskipun sedikit namun dapat memperindah suasana. 

Selain jelas dan reproduktif, komunikasi ilmiah juga harus bersifat impersonal, di mana berbeda dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa "aku", "dia", atau "dokter Panjul", dan lain-lain, merupakan figur yang muncul secara dominan seluruh pernyataan. 

Kata ganti perorangan hilang dan diganti (ditempati) oleh kata ganti universal, yakni "ilmuwan". Kita tidak menyatakan proses pengumpulan data dengan kalimat seperti "saya bermaksud mengumpulkan data dengan mempergunakan kuesioner", melainkan dengan kalimat yang impersonal yakni "data akan dikumpulkan dengan mempergunakan kuesioner". 

Dalam konteks tersebut maka yang mengumpulkan data maksudnya adalah "ilmuwan" atau "peneliti", meskipun tidak dinyatakan secara tersurat. Dalam komunikasi ilmiah, kita seringkali juga mempergunakan bentuk kalimat pasif seperti dalam contoh tersebut di atas. 

Hukum ilmiah biasa memang mempergunakan bentuk pasif seperti ini sebagaimana dalam pernyataan "Jika dipanaskan maka logam akan memanjang". 

Sementara memakai gabungan antara bentuk kalimat pasif dengan bentuk kalimat aktif juga sering dipergunakan seperti umpamanya dalam pernyataan "Untuk mendapatkan tingkat keumuman seperti yang diharapkan maka contoh akan dipilih secara acak". 

2. Notasi Ilmiah 

Pembahasan secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam argumentasi kita. Pengetahuan ilmiah tersebut kita pergunakan untuk bermacam-macam tujuan sesuai dengan bentuk argumentasi yang diajukan. 

Kadang-kadang kita berpaling kepada pernyataan seseorang yang kita pergunakan sebagai premis dalam mendefinisikan sesuatu. Untuk itu maka kita harus mengekspresikan hakikat dan tujuan dari pernyataan tersebut, umpamanya saja dengan kalimat, "Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan". 

Demikian juga kita membuat pernyataan-pernyataan seperti "Si A menyimpulkan", Si B menemukan", atau "Si C menyarankan", di mana dengan jelas dapat kita kenali bentuk dan hakikat pernyataan tersebut. 

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1993), pernyataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan setidaknya harus mencakup tiga hal. Pertama, harus dapat kita identifikasikan orang yang membuat penyataan tersebut. 

Kedua, harus dapat kita identifikasikan media komunikasi ilmiah di mana pernyataan itu disampaikan apakah itu makalah, buku, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Ketiga, harus dapat kita identifikasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut beserta tempat berdomisili dan waktu penerbitan itu dilakukan. 

Sekiranya pernyataan ilmiah itu tidak diterbitkan melainkan disampaikan dalam bentuk makalah untuk seminar atau lokakarya, maka harus disebutkan tempat, waktu dan lembaga yang melakukan kegiatan tersebut. 

Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita sebut sebagai teknik notasi ilmiah. 

a. Macam-macam Teknik Notasi Ilmiah 

Terdapat bermacam-macam teknik notasi ilmiah yang pada dasarnya mencerminkan hakikat dan unsur yang sama, meskipun dinyatakan dalam format dan simbol yang berbeda-beda. Di dunia keilmuan dikenal beberapa teknik notasi ilmiah yang diakui secara internasional. 

Di perguruan-perguruan tinggi tertentu biasanya membuat teknik notasi ilmiah sendiri yang merupakan pedoman penulisan ilmiah di lingkungannya, namun pada pokoknya, seorang peneliti boleh memilih salah satu dari teknik notasi ilmiah yang telah diakui asalkan dilakukan secara konsisten. 

Adalah kurang baik sekiranya kita mencampur beberapa teknik notasi ilmiah sekaligus, sebab hal ini cuma akan menimbulkan kebingungan. 

Macam teknik notasi ilmiah yang secara umum telah diakui secara internasional, misalnya adalah yang dicantumkan atau ditulis langsung di badan halaman setelah kutipan (atau biasa disebut model APA), sedangkan teknik yang kedua ditulis pada kaki halaman, atau yang dimaksudkan sebagai catatan kaki (footnote). 

Dalam dunia penelitian, teknik notasi ilmiah yang dimaksudkan sebagai catatan kaki ini biasa disebut pula dengan nama Model Turrabian (1963). Namun dalam pembahasan makalah ini terutama hanya akan dibahas secara khusus tentang model catatan kaki (footnote) atau model Turrabian tersebut. 

Bagi seorang peneliti yang menggunakan catatan kaki, maka fungsi catatan kaki antara lain adalah sebagai sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang dipakai dalam tulisannya. 

Sekiranya seluruh catatan kaki kita gunakan untuk itu maka tidak ada salahnya seluruh catatan kaki itu kita kelompokkan dan ditaruh di akhir bab, sebab sekiranya diperlukan maka pembaca melihatnya di halaman belakang. 

Keuntungan lainnya dari cara seperti ini adalah teknik pengetikan yang lebih mudah. Namun sebenarnya terdapat fungsi kedua dari catatan kaki yakni sebagai tempat bagi catatancatatan kecil, yang sekiranya diletakkan dalam tubuh utama laporan, akan mengganggu keseluruhan penulisan.

Dalam penulisan di bidang-bidang tertentu seperti sejarah, antropologi atau ilmu pendidikan, catatan tambahan seperti ini memang berperanan penting. Sebab betapa seringnya kita dihadapkan dengan keinginan untuk memberikan beberapa catatan dalam rangka memperkaya kandungan sebuah pernyataan tanpa merusak keseluruhan bentuk pernyataan tersebut. 

Catatan semacam ini dapat pula diletakkan dalam catatan kaki yang mengandung keterangan yang bersifat memperkaya ini ditaruh di halaman belakang, kemungkinan besar keterangan tambahan ini tidak akan terbaca. 

Dengan demikian, bila tujuan catatan kaki itu juga dimaksudkan untuk memberikan catatan tambahan, sebaiknya catatan kaki itu ditaruh dalam halaman yang sama, meskipun jadi agak sukar dalam melakukan pengetikan.

Bagi seorang peneliti (termasuk peneliti ilmu sosial) yang menggunakan catatan kaki, maka fungsi catatan kaki antara lain adalah sebagai sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang dipakai dalam tulisannya. 

b. Macam-Macam Kutipan 

Sumber-sumber dituliskan dalam catatan kaki (footnote) maupun dalam tubuh halaman adalah dimaksudkan untuk menunjukkan dari mana sebuah kutipan diambil. Untuk itulah, sebelum diberikan contoh bagaimana cara menuliskan sebuah sumber (notasi ilmiah), maka terlebih dahulu perlu kita bicarakan tentang macam dan jenis-jenis kutipan ilmiah ini. 

Menurut Buku Pedoman Penulisan, baik yang dipakai di IKIP/UNJ Jakarta maupun UNAIR Surabaya (1999), jenis kutipan ada dua macam, yakni: "kutipan langsung" dan "kutipan tidak langsung". Kutipan langsung merupakan pernyataan yang kita tuliskan dalam karya ilmiah kita dalam susunan kalimat aslinya tanpa mengalami perubahan sedikit pun. 

Sedangkan dalam kutipan tidak langsung, kita mengubah susunan kalimat yang asli dengan susunan kalimat kita sendiri. Pada hakikatnya seorang ilmuwan harus mampu menyatakan pendapat orang lain dalam bahasa ilmuwan itu sendiri yang mencirikan kepribadiannya. 

Oleh sebab itu, karya ilmiah yang dipenuhi oleh kutipan langsung yang terlalu banyak kelihatannya tidak mencerminkan kepribadian si penulisnya, melainkan sekedar koleksi pendapat orang lain. Apalagi bila kutipan-kutipan tersebut tidak disusun menjadi suatu kerangka pemikiran yang utuh dan meyakinkan. 

Dengan demikian sebaiknya kutipan langsung intensitasnya tidak melebihi 30 persen dari seluruh kutipan yang ada. 

Semua kutipan baik langsung maupun tidak langsung biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa pengantar yang dipakai. Kutipan langsung kadang-kadang memang diperlukan terutama jika bertujuan untuk mempertahankan keaslian pernyataan itu. 

Namun demikian, kadang-kadang juga ditemukan bahwa seseorang berusaha memadukan antara kutipan langsung dengan kutipan tidak langsung, dengan tujuan untuk memadukan antara gaya penulisan seseorang dengan pernyataan orang lain yang ingin dipertahankan keasliannya, umpamanya dalam kalimat :

Perbuatan seorang pembunuh yang memotong-motong orang itu sungguh merupakan "kebiadaban orang biadab" dan "puncak tindak kriminal" tahun ini. Dalam pernyataan tersebut kita mencoba untuk mempertahankan keaslian pernyataan yang bersifat otentik seperti "kebiadaban orang biadab" dan "puncak tindak kriminal" dengan mengutipnya secara langsung, sedangkan penyataan yang lainnya telah kita salin ke dalam bahasa kita sendiri dalam bentuk kutipan tidak langsung. 

Kutipan langsung yang jumlahnya kurang dari empat baris, ditaruh dalam tubuh tulisan dengan mempergunakan tanda kutip, "….". (disebut kutipan langsung pendek). Sedangkan untuk kutipan langsung yang terdiri dari empat baris kalimat atau lebih maka keseluruhan kutipan tersebut ditaruh dalam tempat tersendiri (disebut kutipan langsung panjang). 

c. Contoh Penulisan Catatan Kaki (Footnote) 

Tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang kita kutip dengan mempergunakan angka Arab yang diketik naik setengah spasi. Catatan kaki pada tiap bab diberi nomor urut mulai dari angka 1 sampai habis dan diganti dengan nomor 1 kembali pada bab yang baru. 

Satu kalimat mungkin terdiri dari beberapa catatan kaki sekiranya kalimat itu terdiri dari beberapa kutipan. Dalam keadaan seperti ini, maka tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang dikutip sebelum tanda baca penutup. 

Sedangkan suatu kalimat yang seluruhnya terdiri dari satu kutipan tanda catatan kaki, diletakkan sesudah tanda baca penutup kalimat. Sebagai contoh, misalnya: Larrabee mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan1 sedangkan Richter melihat ilmu sebagai sebuah metode2 dan Conant mengidentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep sebagai hasil dari pengamatan dan percobaan3 . 

Namun sekiranya kalimat di atas dijadikan menjadi tiga buah kalimat yang masing-masing mengandung sebuah kutipan maka tanda catatan kaki ditulis sesudah tanda baca penutup: Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan1 . 

Sedangkan Richter melihat ilmu sebagai sebuah metode2 . Pendapat lain dikemukakan dan seterusnya. Kalimat yang kita kutip harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam catatan kaki sebagai berikut: 

  1. Harlod A. Larrabee, Reliable knowledge (Boston: Houghton Miffin, 1964), h. 4. 
  2. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: CV Rajawali, 1982), h. 47. 
  3. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 131.
Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan dimulai langsung dari pinggir, atau dapat dimulai setelah beberapa ketukan tik dari pinggir, asalkan dilakukan secara konsisten. 

Nama pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap, sedangkan jumlah pengarang yang lebih dari tiga orang hanya ditulis nama pengarang pertama ditambah kata et al. (et alii: dan lainlain), contoh: 
  1. Syahrial, Syarbaini, A. Rahman, dan Monang Djihado, Sosiologi dan Politik (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 107. 
  2. Sukarno, et al., Dasar-dasar Pendidikan Science (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 3. 
Sementara kutipan yang diambil dari halaman tertentu disebutkan halamannya dengan singkatan p (pagina) atau h (halaman). Sekiranya kutipan itu disarikan dari beberapa halaman, umpamanya dari halaman 1 sampai dengan 5 maka ditulis pp. 1-5 atau h. 1-5. 

Sedangkan jika nama pengarangnya tidak ada maka langsung saja dituliskan nama bukunya atau dituliskan Anom (Anonymous) di depan nama buku tersebut. Sebuah buku yang diterjemahkan harus ditulis baik pengarang maupun penerjemah buku tersebut, sedangkan sebuah kumpulan karangan cukup disebutkan nama editornya saja, sebagaimana contoh berikut ini: 
  1. Rencana Strategi Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976), h. 171. 
  2. E.F. Schumacher, Keluar dari Kemelut, Terjemahan Mochtar Pabotinggi, (Jakarta: LP3ES, 1981), h. 12. 
  3. James R. Newman (ed.), What is Science? (New York: Simon and Schuster, 1955), p. 210. 
Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam majalah, koran, kumpulan karangan atau disampaikan dalam forum ilmiah dituliskan dalam tanda kutip yang disertai dengan informasi mengenai makalah tersebut, misalnya: 
  1. Karlina, "Sebuah Tanggapan: Hipotesis dan Setengah Ilmuwan", Kompas 12 Desember 1981, h. 4. 
  2. Like Wilardjo,"Tanggung jawab Sosial Ilmuwan", Pustaka, Th. III N0. 3, April 1979, h. 11-14. 
  3. M. Sastrapratedja,"Perkembangan Ilmu dan Teknologi dalam Kaitannya dengan Agama dan Kebudayaan", Makalah disampaikan dalam Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III, LIPI, Jakarta, 15- 19 September 1981.

d. Contoh Penulisan Daftar Pustaka 

Semua kutipan tersebut di atas, baik yang dikutip secara langsung maupun tidak langsung, sumbernya kemudian kita sertakan dalam daftar pustaka. Terdapat perbedaan notasi bagi penulisan sumber dalam referensi pada catatan kaki dan referensi dalam daftar pustaka. 

Dalam catatan kaki maka nama pengarang dituliskan lengkap dengan tidak mengalami perubahan apa-apa. Sedangkan dalam daftar pustaka nama pengarang harus disusun berdasarkan abjad huruf awal nama familinya. 

Tujuan utama dari catatan kaki adalah mengidentifikasikan lokasi yang spesifik dari karya yang dikutip. Di pihak lain, tujuan utama dari daftar pustaka adalah mengidentifikasikan karya ilmiah itu sendiri. Untuk itu maka dalam daftar pustaka tanda kurung yang membatasi penerbit dan domisili penerbit tersebut dihilangkan serta demikian juga lokasi halamannya. 

Di bawah ini akan diberikan contoh perbandingan (perbedaan) teknik penulisan catatan kaki dengan daftar pustaka sebagai berikut: 

Catatan Kaki: 
Harold A. Larrabee, Reliable Knowledge (Boston: Houghton Miffin, 1964), h. 4. Daftar Pustaka: Larrabee, Harold A. Reliable knowledge. Boston: Houghton Miffin, 1964. 

Catatan Kaki: 
Sukarno, et al. Dasar-Dasar Pendidikan Science (Jakarta: Bhratara, 1975), h. 3. 

Daftar Pustaka: 
Sukarno, et at al., Dasar-Dasar Pendidikan Science. Jakarta Bhratara, 1973.

3. Rambu-rambu Pengetikan

Setelah mengetahui bagaimana cara menggunakan bahasa yang baik, cara mengutip sumber, menuliskan notasi ilmiah, dan menuliskan daftar pustaka, maka seorang penulis atau peneliti harus mengetahui pula bagaimana teknik-teknik pengetikannya. 

Untuk itulah berikut ini akan diberikan rambu-rambunya secara garis besar, sebagai berikut: 
  • Kertas: biasanya kertas ukuran standar yang dipakai untuk menulis sebuah karya ilmiah adalah kertas HVS berat 70/80 gram, ukuran kuarto (21, 5 x 29,7 cm)/ A4. 
  • Jarak Tepi (Margin): 
    1. 3 cm atau 1 inci dari tepi atas. 
    2. 3 cm atau 1 inci dari tepi bawah. 
    3. 4 cm atau 1,5 inci dari tepi kiri. 
    4. 3 cm atau 1 inci dari tepi kanan. 
  • Pengetikan Naskah: 
    1. Naskah diketik dengan mesin ketik sandar IBM atau menggunakan komputer. 
    2. Jarak 1,5 atau 2 spasi (yang penting konsisten), kecuali pada grafik dan tabel yang diketik satu spasi. 
    3. Seluruh naskah mulai dari halaman sampul sampai dengan daftar pustaka menggunakan huruf yang berukuran sama (12/13 pt), kecuali kata asing/daerah yang dicetak miring (italic), cetak tebal, atau diberi garis bawah. 
    4. Awal paragraf dimulai pada ketukan ke-5 atau 6 dari tepi kiri (yang penting konsisten). 
    5. Setiap bab diberi nomor urut sesuai dengan tata cara yang dipilih. 
  • Nomor Halaman 
    1. Halaman untuk bagian awal diberi nomor dengan huruf Romawi kecil (i, ii. iii, iv., v, dan seterusnya), ditulis di bagian bawah tengah, empat spasi di bawah teks. 
    2. Halaman sampul depan tidak dihitung tetapi halaman sampul dalam dihitung hanya tidak diberi nomor (nomor halaman tidak ditulis). 
    3. Bab Pendahuluan dan seterusnya diberi nomor dengan angka Arab (1,2,3, dan seterusnya). 
    4. Pada halaman dengan judul bab, nomor halaman ditulis di bawah tengah (empat spasi di bawah teks). 
    5. Pada halaman lain, nomor halaman ditulis di kanan atas (1,5 cm dari teks).
  • Tabel dan Gambar 
    1. Tabel diberi nomor dengan angka Arab, sesuai dengan nomor Bab tempat tabel dicantumkan, diikuti dengan nomor urut tabel dengan angka Arab. Contoh penulisan nomor tabel: Tabel 2.1 (Tabel ini berada di bab 2 dan merupakan tabel pertama). 
    2. Tabel diberi judul di atas tabel, berjarak satu spasi. 
    3. Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab, sesuai dengan nomor urut gambar tersebut pada setiap bab. Nomor bab ditulis di depan nomor urut gambar dengan angka Arab. Contoh penulisan nomor gambar: Gambar 2.1 (gambar ini berada di Bab 2 dan merupakan gambar pertama. 
    4. Gambar diberi judul di bawah gambar, berjarak satu spasi. 
    5. Tabel dan gambar yang disajikan di lembar yang lebih luas, dapat dilipat disesuaikan dengan luas halaman materi. 
    6. 6) Tabel dan gambar yang dikutip dari buku lain harus dicantumkan sumbernya.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Teknik Penulisan Laporan Hasil Penelitian"

close