Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sikap Toleransi dan Empati Sosial terhadap Keragaman

Berbicara tentang toleransi dan empati dalam hubungan keragaman dan perubahan kebudayaan, dihadapkan pada dua permasalahan: Pertama, bagaimana membangun kembali semangat “saling percaya” dalam interaksi antarkomunitas atau kelompok sosial setelah berlangsungnya konflik-konflik komunal yang menggunakan sentimen suku bangsa atau etnis, agama, ras, politik, dan ekonomi di berbagai daerah. 

Sikap Toleransi dan Empati Sosial terhadap Keragaman

Kedua, bagaimana komunitas atau kelompok sosial dapat hidup berdampingan dengan diversitas budaya atau komunitas subkultur yang berbeda, seperti budaya kosmopolitarisme, globalisme, budaya popular, budaya etnik, dan budaya lokal yang dilahirkan oleh masyarakat multikukural. 

Permasalahan tersebut sangat relevan dengan semakin kuatnya penggunaan politik identitas dalam berbagai konflik komunal di masa transisi seperti terjadi dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Adapun di antara sikap toleransi dan empati sosial terhadap hubungan keanekaragaman dan perubahan kebudayaan diwujudkan dalam perilaku berikut ini. 

a. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya 

Seperti halnya pada masyarakat Indonesia, sikap saling percaya sebagai kekuatan mewujudkan komunitas humanistik atau komunitas warga (civic community) mengalami kemerosotan ketika kekuasan rezim Orde Baru mengatasnamakan keanekaragaman komunitas atau kelompok sosial yang membatasi kebebasan sipil dan kebebasan politik. 

Kekuasaan otoriter itu juga yang membangun yang kemudian disebut ideologi SARA. Dengan demikian, sesuatu bekerjanya pengendalian politik atas pluralisme menyebabkan kemampuan komunitas warga mewujudkan kehidupan yang demokratis melalui kesepakatan dan keseteraan secara politis, soltdaritas, kepercayaan (truste), toleransi, serta struktur sosial yang kooperatif antarwarga, memudar digantikan oleh peran negara di seluruh sektor kehidupan. 

Upaya mengembalikan sikap saling percaya yang sempat goyah akibat pertikaian antarkelompok sosial, tidaklah mudah. 

b. Membangun Masyarakat Anti-SARA 

SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan atas sentimen identitas yang menyangkut suku bangsa agama, ras atau keturunan, dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi, dan pelecehan yang didasarkan atas identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tindakan SARA. 

Tindakan ini mengebiri dan melecehkan kemerdekaan dan hak-hak asasi atau mendasar yang melekat pada diri manusia. SARA yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat digolongkan ke dalam tiga kategori berikut ini. 

  1. Personal, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Hal yang termasuk kategori ini adalah tindakan dan pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan, dan menghina identitas seseorang atau golongan. 
  2. Institusional, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh suatu institusi sosial, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau’ tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya. 
  3. Kultural, yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau institusi sosial yang diwujudkan dalam bentuk penyebaran mitos, tradisi, dan ide-ide diskriminatif melalul struktur budaya masyarakat.

Anti-SARA adalah suatu tindakan sistematis untuk memerangi masalah SARA dalam berbagai bentuk, termasuk sistem dan kebijakan diskriminatif serta sentimen-sentimen SARA yang secara tidak sadar telah tertanam dalam diri setiap anggota masyarakat sejak usia kanak-kanak. 

Oleh karena itu, persoalan SARA sering melibatkan persoalan kekuatan ekonomi dan politik, yang suatu kelompok berhasil menguasai kekuatan ekonomi atau politik dan tidak bersedia mendistribusikan kepada kelompok lainnya. 

Gerakan moral Anti-SARA berupaya untuk mengikis ketimpanganketimpangan tersebut melalui suatu sistem yang mengoreksi dan mengakomodasi ketidakadilan sosial. Dalam implementasinya, gerakan moral Anti-SARA aktif menggalang partisipasi masyarakat untuk bersama-sama memerangi SARA. 

Penyakit sosial yang telah berusia berabad-abad ini akan terus merajalela jika tidak segera dihentikan. Walaupun penyebab timbulnya penyakit kronis ini bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat saat ini, upaya penyembuhannya merupakan tang gung jawab seluruh komponen masyarakat. 

Masyarakat Anti-SARA adalah sekelompok manusia, baik terikat dalam sebuah institusi maupun sebagai publik, yang sikap dan perilakunya senantiasa dilandasi dengan penuh toleransi dan empati sosial yang tinggi dalam menyikapi setiap perbedaan identitas, seperti suku bangsa, agama, ras atau keturunan, dan golongan. 

Mereka selalu berupaya menyingkirkan segala hal yang berbau SARA, yang ditunjukkan dengan kemampuan bekerja sama dengan seluruh komponen masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat Anti-SARA di Indonesia merupakan organisasi independen yang memperjuangkan terciptanya tatanan masyarakat yang menjunjung keadilan sosial dan persamaan hak bagi seluruh umat manusia tanpa mempedulikan latar belakang.

Juga, dalam memperjuangkan aspirasinya, organisasi ini bersifat antikekerasan dan tidak mengenal batasan keanggotaan; terbuka untuk semua warga masyarakat tanpa membedakan latar belakang suku bangsa agama, ras atau keturunan, dan golongan. 

Sebagai institusi sosial yang bersifat nirlaba, kegiatan organisasi ini didanai oleh sumbangan masyarakat dan usaha-usaha lain yang tidak mengikat. Organisasi ini juga aktif membina kerja sama dengan berbagai institusi lainnya dalam mengembangkan dan menciptakan progam sena proyek serupa, dalam rangka membangun kerukunan SARA serta persamaan hak demi terwujudnya keharmonisan hidup bermasyarakat. 

Di antara tujuan didirikannya Masyarakat Anti-SARA Indonesia adalah sebagai berikut. 

  1. Memerangi segala bentuk sikap dan perbuatan yang berbau SARA. 
  2. Memberikan pendidikan dan penerangan kepada masyarakat tentang pentingnya sikap toleransi dan empati sosial terhadap hubungan keanekaragaman dan perubahan kebudayaan. 
  3. Menggalang partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang anti-SARA. 
  4. Mendorong terciptanya komunitas masyarakat yang hidup dalam keteraturan dan keseimbangan dalam keanekaragaman sosial budaya. 

Kebijakan Masyarakat Anti-SARA Indonesia yang dijadikan landasan dalam melaksanakan aktivitas organisasinya adalah sebagai berikut 

1) Masyarakat Anti-SARA Indonesia memiliki komitmen untuk menciptakan komunitas sosial yang menghargai keaneka ragaman sosial budaya serta menghormati persamaan hak warganya. 

Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan latar belakang suku bangsa agama, ras atau keturunan, dan golongan merupakan prinsip dasar yang tercantum dalam deklarasi hak asasi manusia. 

Hak dan kemerdekaan setiap manusia harus dijamin dalam implemen tasinya tanpa ada diskriminasi. Dalam konteks inilah, Masyarakat Anti-SARA Indonesia tidak toleran terhadap segala tindakan yang berbau SARA. 

2) Masyarakat Anti-SARA Indonesia percaya bahwa perubahan hanya akan terjadi ketika menyadari bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama dan layak untuk dihormati, termasuk mereka yang memiliki pandangan yang sangat jauh berbeda dengan kita. 

Setiap orang harus tetap sadar agar terhindar dari sikap yang hanya menghargai homogenitas karena mereka serupa, sepaham, atau sealiran. Dengan memperlakukan setiap manusia dengan rasa hormat, akan tercipta perubahan. 

3) Masyarakat Anti-SARA Indonesia memiliki komitmen antikekerasan, tidak saja dalam tindakan, tetapi juga dalam sikap, kata-kata, dan pemikiran. Orang-orang yang kental dengan sentimen SARA bukanlah orang yang harus dibenci. 

Mereka hanyalah orang-orang yang keliru menerima informasi dan gagap menyikapi keanekaragaman. Tugas utama kita yang ingin mengadakan perubahan adalah memberikan penjelasan dan informasi yang benar kepada mereka tanpa menggunakan kekerasan, kemarahan, dan kebencian.

4) Masyarakat Anti-SARA Indonesia mempunyai tugas untuk membuktikan kepada mereka yang selalu menganggap dirinya benar bahwa penilaian mereka keliru. Hal tersebut dilakukan dengan sabar dan penuh hormat agar mendapatkan peluang yang lebih baik untuk membantu mereka dalam menyadari semua sikap dan perbuatannya melalui penerangan dan penjelasan yang sistematis dan logis. 

Alasannya tidak ada seorang pun yang akan bereaksi positif jika dikatakan bahwa apa yang dipercayai dan dikerjakan mereka selama ini adalah keliru. Ini merupakan reaksi yang wajar jika mereka bersikap depensif dan terkadang bersikap agresif. Jika kita membalasnya dengan sikap agresif kita tidak akan mendapatkan apa-apa. 

5) Masyarakat Anti-SARA Indonesia memiliki prosedur terapi yang didesain untuk menjamin kerahasiaan setiap pengaduan, juga akan mendapatkan simpati dan dukungan. Tidak akan ada tindakan hukum yang ditempuh, kecuali jika disetujui oleh yang bersangkutan dan semua proses dijamin kerahasiaannya. Oleh karena itu, Masyarakat Anti-SARA Indonesia menerima setiap pengaduan yang mengalami perlakuan SARA atau diskriminasi. 

Dengan berbagai latar belakang tersebut, komunitas Masyarakat Anti-SARA Indonesia dibentuk untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak akan pernah ada keadilan dan demokrasi dalam suatu masyarakat yang memberikan peluang timbulnya diskriminasi dan agitasi atas dasar keturunan, agama, kebangsaan, kesukuan, atau golongan. 

Semua ini kembali kepada moralitas dan kesadaran setiap individu untuk ikut terpanggil dan menyuarakan persamaan hak dan derajat manusia tanpa melihat latar belakang mereka. Tidaklah cukup sekadar tidak bersikap diskriminatif. Setiap orang harus bangkit dan berusaha mengikis habis penyakit sosial ini dari masyarakat kita.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Sikap Toleransi dan Empati Sosial terhadap Keragaman "

close