Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mempersiapkan Sebuah Rancangan Metode Penelitian Sosial

Sebagaimana disebutkan di atas, ada sejumlah hal penting yang perlu diperhatikan ataupun dipersiapkan oleh seorang peneliti ilmu sosial sebelum ia memulai kegiatan penelitiannya di lapangan, yakni antara lain membuat rancangan penelitian sosial yang akan dilakukannya. 

Mempersiapkan Sebuah Rancangan Metode Penelitian Sosial

Sedangkan dalam membuat rancangan penelitian sosial itu juga ada beberapa hal atau komponen penting yang harus pula dipersiapkan oleh seorang peneliti ilmu sosial, yakni antara lain: 

a. Menentukan dan Merumuskan Masalah Penelitian 

Sebelum seseorang (peneliti) memulai sebuah penelitian maka langkah pertama yang harus diambil adalah menentukan masalah yang akan ditelitinya. 

Sedangkan masalah itu sendiri merupakan sesuatu hal (bagian) terpenting yang akan dicantumkan atau dituliskan ke dalam sebuah rancangan penelitian, setelah terlebih dahulu penulis merumuskannya. 

Seorang peneliti yang pandai (profesional) biasanya akan cenderung memilih masalah-masalah penelitian yang unik, masih langka, dan urgen (mendesak) untuk diteliti. Namun sebaliknya, bagi seorang peneliti yang masih pemula biasanya hanya akan memilih masalahmasalah penelitian yang bersifat sederhana serta masih umum. 

Ada beberapa persyaratan sebuah masalah dapat diangkat ke dalam suatu penelitian. Dalam pendekatan positivistik misalnya, syarat sebuah masalah penelitian adalah yang jelas dan secara realita memang ada (nyata), sehingga secara teknis dapat diteliti atau diamati (bersifat empirik). 

Hal ini karena salah satu objek penelitian ilmiah adalah dunia kasat mata, yaitu suatu objek atau fenomena sosial yang dapat diamati secara inderawi, dan bukannya di dunia atau objek yang tidak dapat diamati (di dunia alam maya). 

Kemudian setelah kalian mengetahui tentang syarat sebuah masalah yang layak diangkat ke dalam penelitian, lalu timbul pertanyaan, mengapa dalam kehidupan sosial di masyarakat itu selalu timbul suatu masalah? 

Dalam dunia ilmiah suatu masalah itu timbul apabila terdapat kesenjangan (jarak yang lebar) antara das sein dan das sollen, atau antara apa yang sebenarnya (sesuai kenyataan) terjadi dengan apa yang seharusnya (sesuai keinginan) terjadi. 

Sebagai contoh, kemiskinan adalah suatu masalah, sebab di dalam masyarakat terdapat banyak orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga timbul kemiskinan (kenyataan yang terjadi/das sein). 

Kenyataan tersebut adalah jauh dari harapan yang dicita-citakan oleh kebanyakan orang, yakni setiap manusia seharusnya mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya (apa yang seharusnya terjadi/das sollen). 

Bagi seseorang yang sudah terbiasa dengan kegiatan riset, masalah penelitian biasanya sudah bisa ditebak (diketahui) dari judul yang telah dicantumkan atau ditulis oleh seorang peneliti, tetapi tidak selalu penelitian tersebut tergambar dalam judul sebuah laporan penelitian. 

Selain dapat diketahui dari judul penelitian, masalah penelitian juga dapat dilihat dari latar belakang masalah yang telah diajukan oleh peneliti. 

Latar belakang biasanya berisi tentang alasan pemilihan judul (masalah), urgen (mendesak/pentingnya) masalah tersebut diangkat (diteliti), serta adanya segi kemenarikan dari masalah tersebut, sehingga seorang peneliti memiliki alasan kuat untuk mengadakan penelitian. 

Sebuah masalah penelitian yang telah diulas di dalam latar belakang masalah biasanya masih bersifat umum, oleh karena itu harus diuraikan atau dijabarkan lagi sehingga lebih terperinci, dalam hal ini seorang peneliti harus melakukan proses identifikasi terhadap masalah-masalah yang akan dijabarkan tersebut. 

Namun begitu, seorang peneliti tidak lalu serta merta mengambil seluruh masalah-masalah yang telah teridentifikasi itu ke dalam fokus penelitiannya. Atau dengan kata lain, masalah-masalah yang telah diidentifikasikan itu tidak seluruhnya diteliti, sebab selain tidak efisien/efektif namun juga berakibat penelitiannya tidak memfokus. 

Jika suatu penelitian tidak memfokus ke suatu masalah penelitian tertentu maka hasilnyapun kurang baik, sebab kesimpulannya akan mengambang dan kurang jelas. Oleh karena itu, seorang peneliti harus memilih beberapa masalah saja, terutama yang menurut mereka cukup penting. 

Atau dengan cara lain misalnya, beberapa masalah yang saling berdekatan namun dirasa cukup penting bisa saling digabungkan. 

Dengan demikian untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan memfokus, maka sub-sub masalah yang akan diangkat ke dalam suatu penelitian tidak usah terlalu banyak (misalnya saja ambil satu, dua, atau tiga masalah, dan khususnya bagi para peneliti pemula hal semacam ini dirasa sangat cukup). 

Secara teknis agar lebih mempermudah proses penelitian selanjutnya, masalah-masalah yang telah dipilih itu kemudian dirumuskan secara spesifik, dan ditulis ke dalam bahasa serta kalimat yang jelas dan operasional. 

Perumusan masalah dapat disusun dalam bentuk kalimat pernyataan atau kalimat tanya (pertanyaan). Namun pada umumnya, perumusan masalah lebih banyak disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Beberapa contoh perumusan masalah dalam penelitianpenelitian sosial budaya itu misalnya: 

  1. Bagaimanakah latar belakang munculnya kenakalan remaja di kota besar akhir-akhir ini? 
  2. Bagaimanakah peranan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dalam membina komunikasi yang sehat antara siswa dan dewan guru? 
  3. Bagaimanakah peranan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam menggeliatkan perekonomian sektor informal di kota A? 
  4. Dalam situasi krisis ekonomi, mengapa perjudian menjadi fenomena yang semakin marak dan tumbuh subur, khususnya di kota-kota besar pada akhir-akhir ini? 
  5. Apakah ada hubungan antara masuknya pengaruh budaya Barat dengan menurunnya kegairahan masyarakat terhadap apresiasi seni tradisi? 
  6. Bagaimanakah dampak dioperasikannya ATM Kondom terhadap perilaku seks bebas di kalangan remaja?

b. Tujuan Penelitian Sosial 

Tujuan penelitian sosial yang pokok adalah menomena sosial. Dalam usahanya memahami fenomena itu seringkali peneliti menghubungkan fenomena tersebut dengan fenomena lain. 

c. Menentukan dan Memilih Metode Penelitian Sosial 

Selain menentukan masalah dan merumuskannya, hal terpenting yang perlu diketahui oleh seorang peneliti sebelum membuat atau menentukan sebuah rancangan penelitian, yaitu memilih atau menentukan sebuah metode penelitian yang tepat. 

Bagi seorang peneliti langkah ini merupakan sesuatu hal yang teramat penting, sebab dengan memperoleh metode yang tepat dalam sebuah penelitian maka dengan sendirinya proses penelitiannya akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yakni sesuai dengan langkahlangkah ilmiah yang tepat atau benar. 

Selanjutnya, dengan melalui langkah ilmiah yang benar, maka hasil penelitian pun diharapkan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah pula. 

Jadi, berdasarkan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa kedudukan metode dalam sebuah proses penelitian adalah sangat penting, oleh karena itu seorang peneliti harus dapat menentukannya secara tepat. 

Dalam kegiatan penelitian, metode ilmiah ini biasanya disesuaikan dengan objek atau masalah apa yang akan ditelitinya. Pada uraian berikut ini akan dicoba dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan pemilihan motode penelitian ilmiah itu, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu sosial. 

Untuk itu ikutilah uraiannya mulai dari karakteristik, pengertian, alasan atau pentingnya penggunaan metode, proses sebuah metode sampai kepada bagaimana memilih sebuah metode penelitian sosial yang sesuai dengan masalah yang akan ditelitinya itu, berikut ini.

Suatu proses penelitian sosial pada hakikatnya adalah sebuah kegiatan spionase untuk mencari, menyelidiki, memata-matai, dan menemukan pengetahuan dari lapangan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. 

Jadi bukan sebaliknya, yakni mencari kebenaran-kebenaran normatif yang hanya dituntun melalui cara berpikir deduktif semata.

Jadi berbeda dengan kegiatan-kegiatan serupa lainnya, sebut saja kegiatan wawancara dan pelacakan yang biasa dilakukan di dunia jurnalistik, di mana pelaksanaannya boleh dilakukan secara tidak beraturan. 

Sementara pada kegiatan penelitian (khususnya penelitianpenelitian sosial), maka hal itu haruslah dilakukan secara urut, teratur, dan sesuai dengan metode tertentu sehingga gejala yang diteliti serta data-data yang diperoleh benar-benar cermat (accurate), berketerandalan (reliable), dan sahih (valid). 

Sementara itu, metode yang berasal dari bahasa Yunani, "methodos", secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 

Lalu timbul pertanyaan kenapa di dalam penelitian ilmu sosial, keberadaan metode ini mutlak diperlukan? Hal ini tidak lain, sebagaimana dikatakan oleh Arnold M. Rose (Bagong Suyanto, dkk, 1995), karena fakta sosial dan budaya tidak tergeletak dan sudah "siap pakai" begitu saja, sehingga tinggal menunggu untuk diambil. 

Melainkan, fakta sosial itu harus dibuka dari "kulit pembungkusnya", jadi kenyataan yang sepintas tampak, harus diamati dalam suatu kerangka acuan yang spesifik, harus diukur dengan tepat, dan harus diamati pula pada suatu fakta yang dapat dikaitkan dengan fakta-fakta lainnya yang relevan. 

Pada awalnya, metode penelitian yang berkembang pada ilmuilmu sosial dipengaruhi oleh pendekatan positivistik, yang berpangkal pada keyakinan bahwa kebenaran-kebenaran itu selalu termanifestasikan dalam wujud gejala-gejala yang dapat diamati secara inderawi. 

Artinya, pendekatan positivistik (lazim pula disebut pendekatan empiris), berasumsi bahwa sebuah gejala itu hanyalah boleh dinilai "betul" (true), dan bukan "benar" (right), manakala gejala itu kasat mata, dapat diamati, dan dapat diukur. 

Namun dalam perkembangannya kemudian, metode yang dipergunakan dalam pendekatan positivistik di atas mulai dimodifikasi, dan bahkan ditinggalkan oleh para peneliti sosial itu sendiri. 

Oleh karena dalam kenyataannya, bahwa para peneliti sosial telah menemukan bukti bahwa ternyata tidak semua gejala sosial itu dapat diukur dan dikuantifisir seperti halnya realitas fisik-anorganik. 

Beberapa tokoh dari pende-katan interaksionisme simbolik (Herbert Mead misalnya), menilai bahwa sesungguhnya mustahil untuk mengkonsepkan objek-objek kajian ilmu sosial sepenuhnya sebagai sesuatu yang memiliki raga dan selalu dapat diobservasi. 

Apa yang disebut social fact dan social truth dalam penelitian ilmu sosial, adalah gejala yang hanya dapat dipahami secara baik bila peneliti mempertajam apa yang disebut intuitive insight guna "memahami dari dalam" (verstehen) ihwal objek kajiannya. 

Seorang peneliti yang tidak hendak dikungkung fakta-fakta semu dan gejala yang dangkal, sebagaimana dikatakan sosiolog Peter L. 

Berger, maka ia harus memiliki mental subversif, dalam arti senantiasa berkeinginan untuk membongkar hal-hal yang sudah mapan dan mencari apa sebenarnya yang ada dan terjadi di balik realita yang manifes itu.

Dalam ilmu-ilmu sosial, berdasarkan tujuannya sekurang-kurangnya terdapat dua macam jenis penelitian, yakni penelitian deskriptif dan penelitian eksplanatif. 

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci, sedangkan penelitian eksplanatif yaitu penelitian yang menghasilkan atau mencari jawab tentang hubungan antar objek atau variabel. 

Penelitian yang deskriptif dapat bertipe kuantitatif atau kualitatif, sedangkan penelitian yang eksplanatif hampir selalu bertipe kuantitatif. 

Seseorang yang akan mengadakan penelitian kuantitatif, atau yang bertipe kuantitatif (baik penelitian deskriptif maupun eksplanatif) maka harus menggunakan metodologi kuantitatif dalam proses penelitiannya, demikian pula sebaliknya bagi seseorang yang akan mengadakan penelitian yang bertipe kualitatif (khususnya pada penelitian deskriptif) maka harus menggunakan pula metodologi penelitian kualitatif untuk proses penelitiannya. 

Penelitian deskriptif, baik itu penelitian survei maupun penelitian kualitatif, biasanya dilakukan oleh seorang peneliti untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan suatu objek atau objek amatan secara rinci. 

Pertanyaan-pertanyaan standar yang diajukan dalam penelitian deskriptif biasanya berkenaan dengan the what, who, why, where, when, dan how-nya objek penelitian. 

Sebagai contoh, kalau kita ingin memperoleh gambaran secara rinci mengenai "modernisasi perikanan yang tengah terjadi dan dialami komunitas nelayan", misalnya, maka sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian itu adalah di seputar masalah: 
  • Bagaimana bentuk konkrit paket modernisasi yang tengah diintroduksikan? 
  • Siapa saja yang mengintroduksikan dan siapa pula yang mampu memanfaatkan paket modernisasi itu? 
  • Kendala-kendala apakah yang menghambat proses introduksi paket modernisasi perikanan?
Demikianlah seterusnya. Sementara itu, penelitian eksplanatif biasanya dilakukan oleh seorang peneliti untuk mengetahui atau memperoleh informasi tentang apakah perubahan kuantitas/kualitas suatu variabel, atau mempengaruhi perubahan kuantitas/kualitas variabel yang lain. 

"Pengaruh tayangan adegan kekerasan dan pornografi terhadap perilaku kenakalan remaja", atau "Pengaruh etos kerja dan besar gaji terhadap kualitas pelayanan pekerja bank swasta, misalnya, adalah beberapa contoh judul atau masalah-masalah penelitian yang terdapat dalam penelitian bertipe eksplanatif. 

Pada penelitian eksplanatif yang bersifat sederhana biasanya hanya menguji kekuatan hubungan dua variabel. 

Akan tetapi pada penelitian-penelitian eksplanatif yang lebih sulit (rumit), terutama karena pertimbangan mutu yang ingin diraihnya, maka tidak jarang pula penelitian-penelitian eksplanatif menguji tiga sampai empat variabel sekaligus, atau bahkan lebih. 

Bahkan sekarang, dengan adanya bantuan alat-alat hasil teknologi canggih khususnya komputer, maka jumlah variabel yang akan (dapat) diuji dalam penelitian-penelitian eksplanatifpun semakin lama semakin rumit dan kompleks. 

Para peneliti ilmu-ilmu sosial dan budaya sepakat, bahwa penentuan metode serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh dalam suatu proses penelitian adalah sesuatu hal yang penting dan sentral. Dikatakan penting oleh karena penelitian yang mencoba mengkaji masalah sosial apapun tidak mungkin dilakukan tanpa didukung oleh metode penelitian tertentu. 

Sedangkan sentral karena kebenaran seluruh temuan data yang diteliti (terutama kesimpulan dan implikasi hasil penelitian), semuanya sesungguhnya sedikit banyak ditentukan oleh kebenaran dan ketepatan metode yang dipilih. 

Hanya satu hal yang perlu selalu diingat oleh para peneliti ilmu sosial adalah jenis penelitian apapun yang akan dilakukan, metode yang dipilih harus mempertimbangkan kesesuaiannnya dengan objek studi, atau dengan kata lain objeklah yang menentukan metode, bukan sebaliknya. 

Tujuan penelitian sosial adalah untuk memahami realitas sosial, dan keberadaan metode sangat membantu kita agar dapat memahami realitas sosial secara lebih cermat. 

Dengan demikian, meskipun kedudukan metode itu amat penting dan sentral, namun metode bukanlah suatu ideologi yang harus selalu dituruti dan diperjuangkan, ia hanyalah alat yang akan membantu kecermatan peneliti dalam proses penelitiannya. 

Tujuan penelitian sosial budaya adalah untuk memahami realitas sosial budaya, dan keberadaan metode sangat membantu kita agar dapat memahami realitas sosial secara lebih cermat. Di depan telah disebutkan, selain hanya sebagai alat, pemilihan metode penelitian juga harus sesuai dengan objek serta jenis penelitian yang akan dilakukan. 

Seorang peneliti yang jelas-jelas melakukan penelitian tentang makna sosial, pandangan hidup, ketaatan beribadah, dan sebagainya, seyogyanya tidak memaksakan diri untuk mempergunakan metode yang bertipe kuantitatif (misalnya diterapkannya statistik). 

Namun sebaliknya, seorang peneliti yang jelas-jelas melakukan studi eksplanatif (meneliti hubungan atau pengaruh variabel yang satu terhadap variabel yang lain), hendaklah tidak berusaha untuk menghindari statistik hanya dengan pertimbangan tidak menguasai metode kuantitatif tersebut.

Di kalangan ahli-ahli ilmu sosial itu sendiri hingga sekarang masih merebak perdebatan tentang mana yang lebih baik antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif. 

Tetapi, lepas dari persoalan apakah metode survai (kuantitatif) atau metode grounded research (kualitatif) yang akan dipilih dan dipergunakan oleh seorang peneliti, cara dan prosedur penelitian yang ditempuh (langkah/tahap-tahap metode ilmiahnya) hendaknya selalu memperhatikan dua hal berikut: konsistensi antar tahap dalam metode penelitian, dan mempertimbangkan kesesuaian metode yang direncanakan dengan kondisi riil di lapangan. 

Konsistensi di sini, artinya mulai dari tahap pemilihan lokasi, penentuan sampel atau informan, proses pendataan, sampai kegiatan analisis hendaknya selalu memperhatikan konsekuensi dari kegiatan tahap yang satu dengan tahap kegiatan yang lainnya. 

Sedangkan yang dimakud dengan mempertimbangkan kesesuaian artinya, peneliti harus pandai-pandai menyiasati perbedaan antara kondisi riil lapangan dengan kondisi ideal yang direncanakan. Selanjutnya, satu hal yang perlu kita ingatkan kembali adalah, bahwa metode di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial bukanlah suatu harga mati yang harus selalu dituruti atau diperjuangkan. 

Metode di sini hanyalah salah satu alat atau cara saja guna memahami dan menggali suatu realitas, serta cara bagaimana suatu realitas yang berhasil digali dan dipahami tersebut kemudian ditulis, dikomunikasikan, dan akhirnya dipertanggungjawabkan oleh si peneliti secara ilmiah, sesuai dengan kredibilitas serta integritasnya.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Mempersiapkan Sebuah Rancangan Metode Penelitian Sosial"

close